Siaran Pers No. 202/PIH/KOMINFO/10/2009
Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia Berdasarkan Ketentuan Yang Berlaku


(Jakarta, 21 Oktober 2009). Pada Siaran Pers No. 201/PIH/KOMINFO/10/2009, telah disebutkan, bahwa Menteri Kominfo Mohammad Nuh pada tanggal 19 Oktober 2009 telah menanda-tangani Peraturan Menteri Kominfo No. 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Stasiun Jaringan Oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi. Pada tanggal 19 Oktober 2009 tersebut, Menteri Kominfo juga telah menanda-tangani Peraturan Menteri Kominfo No. 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing. Terbitnya Peraturan Menteri ini didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran, khususnya yang dinyatakan pada Pasal 30. Ayat (1) dari Pasal tersebut sesungguhnya menyebutkan, bahwa lembaga penyiaran asing dilarang didirikan di Indonesia. Hanya saja, pada Ayat (2) disebutkan, bahwa lembaga penyiaran asing an kantor penyiaran asing yang akan melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan secara langsung maupun dalam rekaman, harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian pada Ayat (3) lebih lanjut disebutkan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kegiatan peliputan lembaga penyiaran asing disusun oleh Pemerintah.

Selain UU tersebut di atas, Peraturan Menteri ini juga mengacu pada PP No. 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing, khususnya Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 sebagaimana tersebut di bawah ini:

  1. (Pasal 3): Lembaga Penyiaran Asing hanya dapat melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik di Indonesia dengan izin Menteri.
  2. (Pasal 4): Lembaga Penyiaran Asing yang melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dari Indonesia dapat membawa perangkat dan penerima siaran ke satelit, setelah memperoleh izin Menteri.
  3. (Pasal 5): Ayat (1) – Lembaga penyiaran asing dapat membuka kantor penyiaran asing atau menempatkan koresponden untuk melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia dengan izin Menteri; Ayat (2) – Kantor penyiaran asing berfungsi melakukan kegiatan administratif untuk mendukung siaran secara tidak tetap dan kegiatan jurnaliastik di Indonesia; dan Ayat (3) – Kantor penyiaran asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memiliki stasiun penyiaran di Indonesia.
  4. (Pasal 7): Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara memperoleh izin bagi Lembaga Penyiaran Asing yang melakukan kegiatan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ditetapkan oleh Menteri.

Beberapa ketentuan penting dalam Peraturan Menteri tersebut adalah seeebagai berikut:

  1. Lembaga Penyiaran Asing dilarang didirikan di Indonesia.
  2. Lembaga Penyiaran Asing hanya dapat menyelenggarakan kegiatan peliputan di Indonesia, yang meliputi: a. kegiatan siaran secara tidak tetap; dan/atau b. kegiatan jurnalistik.
  3. Lembaga Penyiaran Asing yang menyelenggarakan kegiatan siaran secara tidak tetap di Indonesia tersebut dapat membawa perangkat pengiriman ke dan penerima siaran dari satelit dan/atau media lainnya.
  4. Lembaga Penyiaran Asing yang menyelenggarakan kegiatan jurnalistik di Indonesia tersebut dapat: a. menempatkan koresponden untuk melakukan kegiatan jurnalistik; atau b. membuka kantor penyiaran asing untuk mendukung bidang administratif.
  5. Kegiatan peliputan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia beserta fasilitas pendukungnya tersebut harus mendapatkan izin Menteri.
  6. Perangkat pengiriman ke dan penerima siaran dari satelit dan/atau media lainnya tersebut wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan.
  7. Perangkat pengiriman ke dan penerima siaran dari satelit dan/atau media lainnya tersebut hanya dapat digunakan di Indonesia dalam jangka waktu yang diizinkan Menteri.
  8. Setelah masa berlaku penggunaan perangkat pengiriman ke dan penerima siaran dari satelit dan/atau media lainnya telah habis tersebut, Lembaga Penyiaran Asing wajib membawa kembali perangkat pengiriman dan penerima siaran tersebut ke negara asalnya.
  9. Koresponden sebagaimana disebut di atas dapat melakukan kegiatan peliputan ke seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali wilayah-wilayah tertentu yang memerlukan pertimbangan khusus dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  10. Dalam membuka kantor penyiaran asing tersebut, Lembaga Penyiaran Asing wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. kantor penyiaran asing tersebut bukan merupakan stasiun penyiaran; dan b. kantor penyiaran asing tersebut berlokasi di ibukota negara dan berada pada wilayah yurisdiksi Negara Republik Indonesia.
  11. Bahan siaran, termasuk rekaman audio, rekaman video, foto, dan dokumen yang diperoleh dari kegiatan peliputan di Indonesia wajib disimpan oleh Lembaga Penyiaran Asing dalam jangka waktu paling kurang selama 1 tahun.
  12. Untuk mendapatkan Izin siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik, membawa perangkat pengiriman ke dan penerima dari satelit dan/atau media lainnya, menempatkan koresponden, atau membuka kantor penyiaran asing tersebut, Lembaga Penyiaran Asing mengajukan surat permohonan tertulis kepada Menteri.
  13. Surat permohonan tertulis sebagaimana dimaksud memuat alasan, jangka waktu, dan lokasi kegiatan, serta dilengkapi rekomendasi dari Perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di negara asal tempat Lembaga Penyiaran Asing tersebut.
  14. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud, Menteri meneruskan permohonan tersebut kepada clearing house untuk dibahas.
  15. Hasil pembahasan clearing house sebagaimana dimaksud berupa rekomendasi kepada Menteri sebagai dasar pemberian atau penolakan izin.
  16. Setelah menerima rekomendasi clearing house sebagaimana dimaksud, Menteri mempertimbangkan untuk memberikan atau menolak izin kegiatan peliputan oleh Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia.
  17. Keputusan pemberian atau penolakan permohonan izin disampaikan Menteri kepada Lembaga Penyiaran Asing dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah diterimanya rekomendasi dari clearing house .
  18. Pemberian izin kegiatan peliputan oleh Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia ditetapkan dengan keputusan Menteri.
  19. Izin kegiatan peliputan sebagaimana dimaksud diberikan kepada Lembaga Penyiaran Asing dalam jangka waktu sebagai berikut: untuk perangkat pengiriman ke dan penerima siaran dari satelit dan/atau media lainnya, dan/atau penempatan koresponden di Indonesia diberikan izin sesuai dengan permohonan; dan untuk pendirian kantor penyiaran asing di Indonesia diberikan izin selama 5 tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 3 bulan sebelum izin berakhir untuk dilakukan evaluasi.
  20. Evaluasi sebagaimana dimaksud meliputi: efektivitas kantor penyiaran asing; dan peruntukan permohonan perpanjangan.
  21. Lembaga Penyiaran Asing yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, maka izin kegiatan peliputan yang telah diberikan akan ditinjau kembali.
  22. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Lembaga Penyiaran Asing yang telah mendapatkan Izin dari Pemerintah dinyatakan tetap berlaku.
  23. Izin sebagaimana dimaksud harus dilakukan penyesuaian paling lambat 6 bulan sejak ditetapkannya peraturan ini.

---------------

Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`