Siaran Pers No. 26/DJPT.1/KOMINFO/II/2006
Pemberitahuan Peringatan Dari Ditjen Postel Terhadap Beberapa Stasiun Televisi Tertentu di DKI Jakarta


  1. Pada tanggal 6 Pebruari 2006, Dirjen Postel untuk ketiga kalinya telah mengirimkan surat peringatan No. 375/DJPT.4/KOMINFO/II/2006 kepada Direktur Utama Space Toon TV . Surat peringatan serupa yang kedua pernah ditanda-tangani dan dikirimkan oleh Dirjen Postel pada tanggal 6 Mei 2005 dan demikian pula surat pertama yang dikirimkan pada tanggal 28 Maret 2005. Alasan utama terbitnya surat peringatan tersebut secara berturut-turut adalah karena sampai dengan saat ini Space Toon TV tersebut terbukti masih menggunakan kanal frekuensi radio tanpa memiliki Izin Stasiun Radio. Padahal berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 17/PER/M.KOMINFO.10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, sehingga setiap penggunaan spektrum frekuensi radio wajib mendapatkan izin frekuensi radio dari Menteri.
  2. Masih terkait dengan substansi surat peringatan tersebut, kepada Space Toon TV diperintahkan untuk segera menghentikan pemancaran siarannya di kanal 27. Dan apabila perintah penghentian tersebut tidak dihindahkan, maka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka Ditjen Postel akan mengambil tindakan penertiban. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 76 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Telekomunikasi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF) , kanal yang sampai saat ini masih digunakan oleh Space Toon TV tersebut akan digunakan untuk kanal transisi televisi digital. Rencana trial televisi digital ini sendiri sudah disampaikan secara langsung oleh Menteri Kominfo Sofyan A. Djalil dalam salah satu bagian dari sambutan pengantarnya pada saat rapat kerja Komisi I DPR-RI dengan Menkominfo pada tanggal 27 Pebruari 2006 . Lebih lanjut Menkominfo menjelaskan, bahwa salah satu tujuan trial televisi digital ini adalah untuk efisiensi frekuensi radio. Menkominfo memang tidak menjelaskan secara spesifik tentang rencana trial tersebut, namun Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar pada kesempatan jumpa pers perdananya pada tanggal 11 Agustus 2005 di antaranya pernah menyebutkan, bahwa rencana trial televisi digital ini akan menempati suatu kanal frekuensi tertentu yang diduga digunakan oleh suatu televisi tertentu yang perizinannya tidak diperoleh melalui prosedur yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
  3. Sebagaimana diketahui, pada tanggal 2 Januari 2006, Ditjen Postel pernah mengeluarkan Siaran Pers No. 01/DJPT.1/KOMINFO/I/2006 tentang uji coba televisi siaran dan radio siaran digital. Adapun alokasi kanal yang telah disiapkan Ditjen Postel dalam rangka uji coba tersebut adalah untuk televisi siaran menggunakan kanal 27 (519.25 MHz) dan kanal 34 (575.25 MHz). Sementara itu, untuk siaran radio akan menggunakan frekuensi yang saat ini telah dipakai Radio Delta Insani Jakarta (99.1 MHz) dan Radio Suara Sangkakala Surabaya (106 MHz). Sebagai informasi tambahan, nantinya trial digital ini bertambah jumlah stasiun radio yang digunakan, yaitu tambahannya adalah Radio AM "P2SC" (936 KHz), RRI, Prambors, Ramako, Sonora, I-Radio, dan RRI Bandung.
  4. Dengan adanya radio digital, diharapkan kualitas suaranya akan jauh lebih meningkat. Sedangkan khusus untuk televisi digital, program ini memudahkan dan memanjakan penonton di rumah, stasiun televisi, production house dan pemerintah. Penonton dapat dimanja dengan berbagai fasilitas yang belum pernah dinikmati sebelumnya. Fitur picture-inpicture (PIP) dapat mempersingkat langkah pindah-pindah saluran. Kelak suatu hari nanti, lebih mempermudah untuk menjelajah internet seandainya konvergensi internet dengan broadcast sudah lebih sempurna. Hal ini berarti bisa diselenggarakan oleh penyedia layanan internet atau ISP maupun pengelola sebuah portal di internet. Pengiriman citra tayangan televisi melalui web atau juga disebut IPTV (Internet Protocol Television) bahkan sudah menjadi bagian dari bisnis di internet. Di samping itu, sistem kompresi digital membuat penggunaan spektrum frekuensi menjadi lebih efisien.
  5. Namun demikian, terkait dengan ada atau tidaknya trial televisi digital ini, Ditjen Postel tetap konsisten untuk melakukan penertiban penggunaan frekuensi oleh beberapa stasiun televisi tertentu, seperti surat peringatan pertama No. 468/DITFREK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 yang pernah dikirimkan oleh Dirjen Postel kepada Direktur Utama O Channel TV ( yang dianggap telah menggunakan kanal 33 yang seharusnya digunakan untuk wilayah Pelabuhan Ratu ). Dan surat peringatan kedua No. 705/TU/IV/5.2/DITFREK/2005 tertanggal 6 Mei 2005 yang ditujukan kepada alamat yang sama. Surat peringatan pertama senada No. 467/ DITFREK/III/2005 tertanggal 28 Maret 2005 juga pernah dikirimkan kepada Direktur Utama JAK TV ( yang dianggap telah menggunakan kanal 55 yang seharusnya digunakan untuk wilayah Cilegon ). Dan demikian pula surat peringatan kedua No. 615/TU/IV.5.2/DITFREK/2005 tertanggal 20 April 2005 juga dikirimkan oleh Dirjen Postel kepada Direktur Utama JAK TV.
  6. Adanya surat peringatan Dirjen Postel ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk memupus inisiatif, kreativitas dan investasi yang sudah demikian besarnya ditanamkan di bidang penggunaan frekuensi radio bagi kepentingan penyiaran, tetapi justru mendorong agar apapun bentuk penggunaan frekuensi radio bagi penyiaran harus mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. Ditjen Postel hanya concern sebatas masalah penggunaan frekuensi radio sesuai dengan aturannya, dan seandainya terkait dengan pendirian televisi lokal, itu pada dasarnya sudah diakomodasi melalui UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
  7. Ditjen Postel tidak ingin penggunaan frekuensi radio (yang sesungguhnya merupakan sumber daya alam yang sangat terbatas) semakin tidak terkendali dan lebih terkonsentrasi pada pemusatan penggunaan oleh televisi-televisi baru di Jakarta, yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan dampak destruktif bagi berbagai bidang kehidupan, seperti misalnya di antaranya berupa semakin terbatasnya alokasi frekuensi radio di sejumlah daerah yang tidak jauh dari Jakarta dan pada akhirnya hanya akan mengganggu keseimbangan secara proporsional distribusi dan pemerataan penggunaan frekurensi radio. Sebagai konsekuensinya, masyarakat di daerah-daerah tersebut akan lebih banyak dipacu untuk costing dalam pemasangan antena parabola untuk memperoleh gambar penerimaan yang baik dari Jakarta. Idealnya untuk kawasan Metropolitan Jakarta ini harus lebih banyak dikembangkan televisi kabel dibanding mendirikan stasiun televisi baru, sebagaimana kini sedang menjadi kecenderungan di Tokyo dan sekitarnya.

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

e-mail: gatot_b@postel.go.id; dbroto@yahoo.com

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`