Perlu Pendekatan Regulasi Tepat Dorong Ekonomi Digital Indonesia

Dirjen SDPPI Ismail didampingi Sesditjen SDPPI R. Susanto membuka Sosialisasi Hukum

Denpasar (SDPPI) - Perlu pendekatan regulasi dan hukum yang tepat untuk mendorong tumbuhnya ekonomi digital di Indonesia pada masa mendatang sehingga ekosistem ekonomi digital nanti bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

“Butuh pendekatan regulasi dan hukum yang berbeda-beda pada sisi infratruktur, kemudian layer di atasnya, yakni aplikasi dan di atasnya lagi konten, selain soal SDM, perangkat, dan standardisasi,” kata Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Kemkominfo, Ismail, dalam sosialisasi hukum bidang telekomunikasi di Denpasar, Bali, Kamis.

Perubahan cepat pada bidang teknologi informasi dan komunikasi belakangan ini, kata Ismail, sangat berdampak pada tatanan regulasi di Indonesia karena memerlukan pendekatan hukum yang berbeda sehingga ini perlu diinformasikan kepada para penegak hukum di negara ini.

Ismail menyontohkan, kehadiran angkutan umum berbasis aplikasi seperti Go-Jek dan lainnya beberapa waktu lalu telah menyebabkan disrupsi teknologi. Teknologi yang mengacaukan, mengubah kehidupan dan interaksi masyarakat sehari-hari.

Perubahan teknologi itu telah membuat sepeda motor menjadi alat transportasi umum, sementara berdasarkan undang-undang, kendaraan roda dua bukan termasuk alat transportasi umum sehingga ini berdampak pada berubahnya regulasi.

Sebentar lagi, jelas Ismail, disruptif teknologi ini juga akan melanda sektor perbankan dengan hadirnya financial technology (fintech) yang akan mengubah pola orang bertransaksi atau berbelanja, menarik uang, bahkan mendapatkan pinjaman.

Ismail menyebutkan setidaknya ada tiga building block ICT yang membutuhkan pendekatan regulasi dan hukum berbeda agar perkembangan TIK di Indonesia bisa dinikmati untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia secara luas.

Building block pertama adalah dalam hal infratruktur, kemudian pada layer berikutnya ada aplikasi, dan yang ketiga konten atau isi. “Dalam sektor infrastruktur bagaimana kita menyediakan infrastruktur dengan baik, seperti jaringan mobile dan wireless serta fiber optik, sehingga bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.”

Semua layer building block tadi, kata Ismail, memerlukan pendekatan regulasi dan hukum yang berbeda-beda. Itu lah kenapa sosialisasi hukum bidang TIK ini penting sehingga pada penegak hukum dapat mengambil tindakan tepat dan sejalan dengan visi Kemkominfo dalam mendorong kemajuan teknologi untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Berbeda dengan infrastruktur fisik seperti jalan, jembatan, dan lainnya yang dibangun dan didanai oleh pemerintah, pembangunan infrastruktur TIK ini dikerjakan oleh pelaku usaha dalam hal ini para operator seperti Telkomsel, Indosat, dan lain-lain.

Oleh karena itu, pendekatan regulasi dan hukum pembangunan infrastruktur TIK ini juga berbeda, bahkan berbeda-beda dalam setiap layer-nya, baik itu pada layer aplikasi, konten, atau pada sisi perangkat dan standardisasinya.

Karena infratruktur TIK dibangun oleh pelaku usaha, maka dalam pembangunannya melalui investasi maka mereka mengharapkan return of investment (pengembalian investasi), sehingga wajar apabila pada daerah yang kurang menguntungkan mereka enggan membangunnya.

Padahal, menurut Ismail, semua masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan akses ke jaringan telekomunikasi. “Oleh karena itu kita bangun BLU yakni BAKTI untuk menjembatani penyelesaikan berbagai masalah itu, pemerintah membangun backbone agar operator bisa membangun infrastruktur lainnya, bagaimana undang-undang dan peraturan bisa membuat mereka (pelaku usaha) nyaman,” katanya.

Dengan jaringan yang menjangkau seluruh pelosok Indonesia, kompetisi antaroperator telekomunikasi pun akan tercipta dengan baik sehingga masyarakat diuntungkan dengan tarif yang murah dan jaringan telekomunikasi yang kuat.

Regulasi dan hukum terkait TIK ini sangat penting dalam mendukung pertumbuhan digital ekonomi Indonesia ke depan, yang diprediksi bernilai 135 juta dolar AS pada 2020 mendatang, jelas Ismail.

Dari berbagai pandangan dan kondisi di atas, kata Ismail, maka sosialisasi hukum bidang telekomunikasi ini sangat penting guna mendukung tumbuhnya ekonomi digital Indonesia ke depan dalam kaitan menyejahterakan masyarakat.

Sosialisasi hukum yang diselenggarakan Bagian Hukum, Ditjen SDPPI ini dihadiri para pemangku kepentingan bidang hukum di Indonesia, termasuk Kementerian Hukum dan Ham, Kejaksaan Agung, dan juga berbagai satuan kerja di Ditjen SDPPI, Kemkominfo.

(Sumber/foto: Gat)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`