Siapkan Diri, Indonesia Jangan Jadi Bulan-bulanan 5G

Dirjen SDPPI Ismail memberikan sambutan pada kegiatan Diskusi HUT IndoTelko ke-8

Jakarta (SDPPI) – Seluruh pemangku kepentingan harus bekerjasama mempersiapkan diri menghadapi perkembangan teknologi 5G. Jangan sampai keniscayaan teknologi ini malah menjadikan Indonesia hanya sebagai bulan-bulanan di negeri sendiri.


“Tentu untuk menganalisis kesiapan Indonesia dalam gelaran 5G dilakukan pendekatan ekosistem terhadap kondisi eksisting demand dan supply, serta regulasi yang akan mem-backup keduanya. Dari analisis ketiga elemen tersebut, kita dapat melihat seberapa siap Indonesia menyambut 5G,” jelas Direktur Jenderal Sumber Daya dan perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemkominfo Ismail saat memberikan sambutan di Diskusi HUT IndoTelko ke-8 (IndoTelkoForum) dengan tema Embarking 5G, a Pursuit to Digital Destiny, Rabu (27/11/2019) di Balai Kartini, Jakarta.


Supply, yaitu terkait investasi di semua lini infrastruktur. Operator harus investasi di begitu banyak infrastruktur untuk menyiapkan 5G. Sedangkan ketika membicarakan demand, perlu dibahas profil pengguna seluler di Indonesia. Data saat ini, 96,6% masyarakat terhubung internet melalui paket data seluler, 30,6% masyarakat pergi ke kafe/restoran untuk mendapatkan wifi, dan 29,5% masyarakat memakai koneksi wifi di ruang publik.


“Pada tahun 2025, Indonesia diprediksi akan menempati peringkat ketiga dalam hal koneksi smartphone. Ini menunjukan demand kita anomali, antara kebutuhan dengan kemampuan,” papar Ismail.
Bicara elemen regulasi, ia berpendapat spectrum sharing dapat mengatasi biaya yang luar biasa besar dalam melengkapi kebutuhan 5G. “Jadi harus ada mekanisme secara fair untuk menghindari terjadinya cost yang terlalu besar dan menargetkan spektrum yang paling optimal,” jelasnya.


Menurutnya, kebijakan skema biaya hak penggunaan (BHP) dalam infrastruktur sharing harus membentuk model bisnis yang menguntungkan semua pihak. “Itu tidak mudah, disitulah bagaimana smart-nya regulator harus bisa seimbang untuk kepentingan bersama rakyat Indonesia,” katanya.


Ia juga menjelaskan kunci pengembangan teknologi 5G di Indonesia adalah memilih waktu yang tepat, sehingga jangan sampai terjadi kegagalan pasar, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. “Teknologi 5G adalah keniscayaan. Indonesia sebagai negara besar tidak mau hanya menjadi bulan-bulanan teknologi, tidak mendapatkan apa-apa,” katanya.


Sebagai tuan rumah, Indonesia tidak boleh hanya belanja atau dimanfaatkan pihak luar dalam gelaran 5G. Peran tuan rumah harus diambil, baik dalam penguasaan hardware, platform atau aplikasi, atau konten. “Dari ketiga itu, mana yang paling krusial harus kita bangun dari sekarang,” tegasnya.


Ia meningatkan tidak ada yang bisa menahan teknologi terus berubah. Investasi silih berganti, seiring perkembangan teknologi baru. Umur (life time) suatu teknologi semakin pendek, misalnya generasi 2G ke 3G butuh waktu sepuluh tahun. Tapi, 3G ke 4G tidak sampai enam tahun. Demikian pula, tidak sampai empat tahun umur 4G, kini sudah datang 5G. “Bahkan sekarang standar 6G pun sudah dibahas,” urai Ismail.
Dirjen SDPPI mengucapkan selamat kepada IndoTelko yang sudah membantu mengawal pertumbuhan industri di Tanah Air. Ia juga menyampaikan keberhasilan delegasi Indonesia dalam World Radiocommunications Conference 2019 (WRC-19), pekan lalu di Mesir, mempertahankan tiga slot orbit satelit. Berbagai upaya tersebut terkait upoaya Indonesia menyongsong teknologi 5G.


Hadir sebagai pembicara dalam forum diskusi IndoTelko ini Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah, Direktur Network Telkomsel Iskriono Windiarjanto, Direktur Teknologi XL Axiata Yessie Dianty Yosetya, serta mahasiswa dan akademisi.


Sumber/foto : Iwan (Setditjen)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`