SIARAN PERS NO. 38/HM/KOMINFO/04/2017
Menkominfo Serukan Isu Pemerataan Dicantumkan pada Deklarasi G20 Digital Ministers Meetings di Dusseldorf, Jerman

Menkominfo

SIARAN PERS KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NO. 38/HM/KOMINFO/04/2017
Tentang

Menkominfo Serukan Isu Pemerataan Dicantumkan

pada Deklarasi G20 Digital Ministers Meetings di Dusseldorf, Jerman

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, akan bertolak ke Dusseldorf, Jerman untuk menghadiri pertemuan G20 Digital Ministers Meetings pada tanggal 6 sampai 8 April mendatang. Pada pertemuan ini, Delegasi Indonesia akan berupaya memasukkan kearifan pola digitalisasi di Indonesia dalam tiga bidang utama, yaitu ekonomi berbagi (shared economy), digitalisasi angkatan kerja (workforce digitalisation), dan keuangan inklusif (financial inclusion) dengan tujuan untuk mampu memberikan ekosistem yang sesuai (common ecosystem) dalam proses digitalisasi.

Sebelumnya delegasi Indonesia telah menyiapkan proposition paper yang naskahnya disusun bersama –sama dengan seluruh pelaku ekosistem ekonomi digital nasional. Pola digitalisasi ini diharapkan dapat menjadi Annexe dari deklarasi dan dapat menjadi dokumen yang berkelanjutan dengan masukan-masukan dari pola digitalisasi di negara-negara lainnya. Pada naskah tersebut, pada intinya Indonesia menyerukan agar G20 memfokuskan pada inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan melalui adaptasi dan implementasi yang cepat atas model bisnis dan kerangka kerja digital ekonomi sebagai enabler untuk ekonomi berbagi (shared economy), digitalisasi angkatan kerja (workforce digitalisation), dan inklusi finansial (financial inclusion).

Dalam naskah, Indonesia juga berbagi pengalaman dalam hal keberhasilan menyelenggarakan program-program inkubasi dan pengembangan beragam model bisnis ekonomi digital yang terbukti praktis, efektif, dan scalable untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan, melalui pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).

WhatsApp%20Image%202017-04-03%20at%2013.

Saat ini negara-negara, baik yang sedang berkembang maupun yang telah maju, menghadapi permasalahan besarnya ketimpangan distribusi kekayaan.Hal ini terpancar dari GINI ratio negara-negara anggota G20, termasuk Indonesia.Hal yang memburuk dari distribusi kekayaan adalah angka pengangguran yang naik dan miskinnya kesempatan.

Tabel berikut merupakan Gini Ratio[1]terkini untuk Negara-negara G-20[2].

G 20 Country

Proportion in %

IMF Classification

Germany

30.13

Advanced

Japan

32.11

Advanced

UK

32.57

Advanced

France

33.1

Advanced

Canada

33.68

Advanced

Australia

34.94

Advanced

India

35.15

Emerging

Italy

35.16

Advanced

Indonesia

39.47

Emerging

Turkey

40.18

Emerging

USA

41.06

Advanced

Russia

41.59

Emerging

China

42.16

Emerging

Argentina

42.67

Emerging

Mexico

48.21

Emerging

Brazil

51.48

Emerging

South Africa

63.38

Emerging

Saudi Arabia

Not available

Emerging

South Korea

Not available

Advanced

Sebagaimana diindikasikan oleh study OECD, ketimpangan tersebut muncul karena distribusi kekayaan yang tidak tepat, yang merupakan isu bersama dari negara-negara G20[3],

Indonesia melihat bahwa digitalisasi berbagai kegiatan masyarakat menuju Ekonomi Digital merupakan kesempatan yang besar dan memiliki kekuatan untuk memberikan pengaruh kepada pemanfaatan peluang secara cepat dan massif kepada masyarakat luas sehingga bisa menjadi alat atau senjata yang ampuh untuk mengurangi ketimpangan distribusi kekayaan melalui pemanfaatan kesempatan yang nyata di lapangan. Indonesia memandang bahwa ekonomi berbagi (shared economy), digitalisasi angkatan kerja (workforce digitalisation), dan keuangan inklusif (financial inclusion) merupakan tiga bidang yang paling utama dari proses digitalisasi tersebut. Untuk ketiga bidang tersebut, Indonesia juga memberikan gambaran bagaimana memfokuskan langkah-langkah ke depan dan bagaimana menerapkan kepemimpinan untuk mempercepat dan mendorong pengembangan model bisnis digital (development of innovative digital business model) sehingga dapat mencapainya.

Melalui apa yang sering disebut sebagai sharing economy busines model, digitalisasi bisnis di Indonesia telah menghasilkan semakin banyak orang berkesempatan menjadi bagian dari kemajuan yang dahulunya tidak memiliki kesempatan atau akses. Keberadaan layanan belanja daring, misalnya, membuat berkembangnya sektor-sektor baru yang dulunya stagnan karena kurangnya penggalakan informasi atau exposure. Digitalisasi UMKM yang telah berlangsung dalam beberapa tahun ini terbukti memberi manfaat dari sisi peningkatan pendapatan, contohnya adalah toko daring seperti Tokopedia dan Bukalapak .

Workforce digitalization telah memberikan kesempatan bagi siapa saja, termasuk perorangan, untuk memulai kesempatan usaha atau memiliki usaha sendiri.Hal ini salah satunya ditunjang berkat keberhasilan dari layanan transportasi yang memanfaatkan sistem menajemen pemesanan daring seperti Go-Jek, misalnya. Penggalakan UMKM secara lebih luas untuk masuk ke digital juga dilakukan dalam kerja sama antara PT. Pos Indonesia dan Nurbaya Initiatives. PT. Pos Indonesia yang memiliki kekuatan kanal distribusi di seluruh Indonesia mendorong dirinya menjadi agen perubahan untuk mendorong UMKM go digital atau online.

Keuangan Inklusif di Indonesia telah mulai bergulir melalui produk-produk perbankan seperti tabungan tanpa memerlukan buku tabungan, namun dengan mamanfaatkan nomor ponsel GSM dan didukung jasa agen untuk meningkatkan jangkauan bank ke masyarakat di pelosok. Inovasi pada bidang financial technology oleh Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) ini juga dilakukan untuk masyarakat melek digital (digital savvy) yang menginginkan kemudahan dan kecepatan, sebuah revolusi di bidang perbankan dengan proses digitalisasi.

Indonesia merupakan negara satu-satunya dalam Task Force on Digital Economy yang mendorong suatu ide berbasis aksi yang akan menentukan arah fokus upaya digitalisasi G20. Proses penyusunan deklarasi sendiri sudah dimulai melalui serangkaian perundingan sejak Desember 2016. Terdapat 5 sesi pembahasan di tingkat senior officer yang berlangsung sangat alot dalam menentukan arah dan poin-poin deklarasi.

Jakarta, 3 April 2017
Plt. Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Noor Iza

***

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo (Noor Iza, email noor.iza@kominfo.go.id, HP 0811.978.1518. tel fax : 021-3504024)


[1] Gini coefficient (commonly referred to as the Gini ratio) is the most commonly used statistics for inequality, which measures the statistical dispersion intended to represent the income or wealth distribution of a nation’s residents.

[2] Sources:

Gini coefficient: World Bank, last available data from 2008 till 2014, http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?source=2&series=SI.POV.GINI&country=#

Classification: According to the World Economic Outlook Data of the International Monetary Fund (IMF)

http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2015/02/weodata/weoselgr.aspx

[3] OECD Income Inequality Update, November 2016, http://www.oecd.org/social/OECD2016-Income-Inequality-Update.pdf

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`