Siaran Pers No. 72/DJPT.1/KOMINFO/5/2007
Proyek Palapa Ring: Salah Satu Tindak Lanjut Konkret Proyek Infrastruktur Pemerintah Pasca Infrastructure Summit II di Bidang Telekomunikasi


Setelah mengalami berbagai pasang surut dan sempat dipresentasikan oleh Menteri Perhubungan Hatta Radjasa (ketika itu Ditjen Postel masih di bawah Departemen Perhurungan) pada Infrastructure Summit di Jakarta pada bulan Januari 2005 dan kemudian setelah dilakukan berbagai revisi dipresentasikan kembali oleh Menteri Kominfo Sofyan A. Djalil (karena sejak Mei 2005 Ditjen Postel sudah bergabung dengan departemen Kominfo) pada Infrastructure Conference and Exhibition (IICE) awal November 2006 di JHCC, Jakarta, maka pada hari ini Jum"at tanggal 25 Mei 2007 para pihak yang tergabung dalam Konsorsium Pembangunan Jaringan Serat Optik Nasional Palapa Ring Tahap 1: Indonesia Timur telah selesai dan berhasil menanda-tangani Nota Kesepahaman Pembangunan Jaringan Serat Optik Nasional Palapa Ring Tahap 1: Indonesia Timur. Penandatanganan yang telah secara langsung dihadiri oleh Menteri Kominfo Mohmmad Nuh dengan didampingi oleh Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar ini merupakan suatu peristiwa yang sangat prestisius karena ini membuktikan keseriusan pemerintah yang menindak-lanjuti hasil-hasil pasca Infrastructure Summit II secara konkret, realistis namun monumental, khususnya di bidang pengadaan infrastruktur telekomunikasi secara nasional. Para pihak yang menanda-tangani nota kesepahaman dalam versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ini (sebagaimana tersebut pada dua Siaran Pers Ditjen Postel No. 70/DJPT.1/KOMINFO/5/2007 dan No. 71/DJPT.1/KOMINFO/5/2007) adalah sebagai berikut:

  1. PT Bakrie Telecom.
  2. PT Excelcomindo Pratama.
  3. PT Indosat.
  4. PT Infokom Elektrindo.
  5. PT Macca System Infocom.
  6. PT Powertek Utama Internusa.
  7. PT Telkom.

Sebagaimana diketahui, Palapa Ring ini adalah suatu proyek pembangunan jaringan serat optik nasional, yang akan menjangkau 33 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, dengan total panjang kabel lautnya adalah sejauh 35.280 km, sedangkan kabel di daratan adalah sejauh 21.807 km. Jaringan ini akan menjadi t umpuan bagi semua penyelenggara telekomunikasi dan pengguna jas a telekomunikasi, karena jaringan ini t erintegrasi dengan jaringan yang telah ada milik penyelenggara telekomunikasi. Keberadaan Palapa Ring ini tujuan utamanya adalah untuk mendukung "Sovereignty / Kedaulatan Negara" dan "Ketahanan Nasional" dengan melalui ketersediaan infrastruktur telekomunikasi, yang berkapasitas besar dan terpadu yang diharapkan dapat memberikan jaminan kualitas komunikasi yang berkualitas tinggi, aman, dan murah. Di samping itu, jaringan ini dapat mendukung pemerataan pembangunan dan pengembangkan potensi ekonomi di wilayah dan juga dapat menunjang iklim kompetisi yang lebih sehat di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

Cukup panjang "keseriusan dan keberanian" Ditjen Postel untuk menindak lanjuti pasca Infrastructure Summit II secara kontinyu dan intensif, yaitu dengan format Ditjen Postel terus memfasilitasi pertemuan secara intensif dengan sebagian besar investor yang berminat, khususnya dalam menyusun skim investasi/pembangunan. Berdasarkan pembahasan bersama, maka model bisnis yang dianggap cocok adalah konsorsium, karena akan berdampak pada efisiensi CAPEX, efisiensi OPEX dan tarif yang terjangkau. Para investor juga berpendapat, bahwa proyek ini perlu segera direalisasikan. Hanya saja dengan catatan, bahwa mengingat Indonesia Bagian Barat (IBB) sudah tergelar jaringan serat optik milik 4 penyelenggara, maka pembangunan diprioritaskan di Indonesia Bagian Timur (IBT). Selain itu keputusan ini dilatar belakangi oleh kondisi untuk memberdayakan jaringan existing yang sudah dibangun, sehingga akan menurunkan total cost dari proyek secara keseluruhan. Secara spesifik yang membedakan kondisi ketersediaan jaringan telekomunikasi antara di kawasan Indonesia bagian barat dengan Timur adalah sebagai berikut. IBB cenderung over capacity, terdapat 4 penyelenggara jaringan yang beroperasi, overlapping antar operator, dan belum saling terintegrasi, belum sepenuhnya konsep ring, bandwidth price masih tinggi, namun demand tinggi. Sedangkan IBT digambarkan sebagai: belum terjangkau FO (fiber optic), transmisi via Satelit sehingga kapasitas terbata, kondisi kontur geografisnya merupakan kepulauan yang lebih kecil dan tersebar secara dominan dan demand masih rendah. Alternatif bisnis model yang kemudian disimulasikan adalah sebagai berikut:

Capacity Leased

• Infrastruktur disiapkan oleh satu/ beberapa Penyedia Jaringan.

• Penyedia Jaringan melayani sewa kapasitas jaringan dari para operators lain berdasarkan komitmen bandwidth, kualitas, dan secara per tahun, secara Single Point of Contact (SPOC).

• Biaya Capex & Opex ditanggung oleh Penyedia Jaringan

IRU

(Indefeasible Right of Use)

• Infrastruktur disiapkan oleh satu/ beberapa Penyedia Jaringa.

• Penyedia Jaringan melayani pembelian hak pakai kapasitas jaringan dari para operators lain berdasarkan komitmen bandwidth, kualitas, dengan jangka waktu tertentu (10-15 th) secara SPOC.

• Biaya Opex ditanggung oleh Pembeli IRU secara proporsional sesuai kapasitas yang dibutuhkan.

Joint Investment

• Infrastruktur dibangun dan dioperasikan secara bersama oleh para pihak (parties) baik operators maupun pihak lain.

• Masing-masing party menanggung biaya investasi (Capex) dan operasional (Opex) infrastruktur secara proporsional sesuai komitmen kapasitas yang dibutuhkan.

• Infrastruktur dimiliki secara bersama dengan kepemilikan sesuai dengan proporsi biaya investasi.

Pola simulasi alternatif bisnis model tersebut menunjukkan, bahwa IBB untuk cenderung menggunakan Capasity Leased atau IRU. Sedangkan IBT cenderung Joint Investment. Baik IBB dan IBT tersebut kemudian backbone –nya terinterkoneksi. Khusus untuk IBB, seandainya menggunakan capasity leased/IRU, maka regulasi yang perlu disiapkan oleh pemerintah adalah ceiling price, interkoneksi dan kewajiban pembangunan yang menjangkau unserved area.. Pada sisi yang lain, operator backbone yang eksisting maupun yang baru tersebut bersama dengan para operator yang lain meningkatkan kapasitas dan pengaturan tarif dalam menyediakan layanan dan mengumpulkan pendapatan finansial untuk perusahaan. Namun demikian berdasarkan kondisi tersebut, beberapa isyu krusial yang harus dihadapi di kawasan barat adalah masalah legalitas dan masalah keberadaan backbone yang eksisting. Itulah sebabnya model barat akan dikaji lebih terperinci dengan technical assistance dari Bank Dunia, dan sedangkan model IBT akan diprioritaskan terlebih dahulu.

Untuk kawasan timur, pemerintah akan memfasilitasi terbentuknya konsorsium hingga terealisasinya pembangunan jaringan Palapa Ring. Konsorsium ini juga akan melakukan pengoperasian dan pemeliharaan jaringan, serta menyediakan kapasitas bandwidth bagi para anggotanya. Seperti sudah disebut di atas, ketika respon investor sudah mulai meningkat, pada awal mulanya terdapat 21 perusahaan yang sudah menyampaikan minat secara tertulis, yaitu:

  1. PT. Telkom.
  2. PT. Indosat.
  3. PT. Telkomsel
  4. PT. Excelcomindo Pratama.
  5. PT. Bakrie Telekom.
  6. PT. Hutchison CP Telecommunications.
  7. PT. Mobile-8 Telecom.
  8. PT. Natrindo Telepon Seluler.
  9. PT. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
  10. PT. Batam Bintan Telekomunikasi.
  11. PT. Indonesia Comnet Plus.
  12. PT. Nusantara Ekaprana Teknogunakelola.
  13. PT. Aqela Communications.
  14. PT. Potensi Bumi Sakti.
  15. Nawras Development LLC (dari Oman).
  16. PT. Wireless Indonesia-Primasel.
  17. PT. Infocom Elektrindo.
  18. PT. Supra Primatama Nusantara.
  19. PT. Pos Indonesia.
  20. MCM-Tech Berhard (dari Malaysia)
  21. PT. Macca System Infokom

Namun kemudian dalam perkembangannya telah terjadi kristalisasi, dimana berdasarkan hasil pertemuan pada tanggal 23 Mei 2007 di Ditjen Postel, daftar perusahaan yang akan menandatangani MoU Konsorsium Palapa Ring tgl 25 Mei 2007: PT. Bakrie Telecom, PT. Excelcomindo Pratama, PT. Indosat, PT. Infokom Elektrindo (termasuk Mobile-8 Group di dalamnya), PT. Nusantara Ekaprana Teknogunakelola (yang kemudian mengundurkan diri), PT. Powertek Utama Internusa serta PT Telkom (termasuk PT Telkomsel di dalamnya). Sedangkan daftar perusahaan yang berminat Palapa Ring tetapi non-konsorsium: PT. Aqela Communications, MCM-Tech, Berhad (dari Malaysia), dan Nawras Development LLC (dari Oman).

Dalam perhitungan inisial teknis dan finansialnya, kapasitas untuk ting IBT hingga 10 tahun ke depan adalah sekitar 20 Gbps dengan total investasi di UBT yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 3 trilyun dengan panjang kabel sejauh sekitar 10.000 km. Investasi ini akan dilakukan secara bertahap selama 3 tahun. Dan nantinya seandainya sudah terealisasi, maka manfaat bagi wilayah yang terkena pembangunannya adalah: ketersediaan layanan telekomunikasi dari voice hingga broadband sampai seluruh kota/kabupaten, adanya tarif layanan telekomunikasi yang terjangkau, keberadaan aplikasi seperti distance learning, telemedicine, e-government dan aplikasi lainnya, dapat diimplementasikan di wilayah dan yang paling penting adalah akan berdampak untuk percepatan pengembangan potensi ekonomi wilayah.

Keberaraan Proyek Palapa Ring ini diharapkan dapat menepis keragu-raguan publik terhadap keseriusan pemerintah dalam berkewajiban menyediakan infrastruktur telekomunikasi secara nasional, integratif, efektif dan efisien, yang pada akhirnya dapat mendorong kecenderungan tarif telekomunikasi yang lebih murah, kemudahan aksesibilitas dan kompetisi yang proporsional dan sangat wajar. Kisah masa lalu ketidak suksesan pola pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang pada pelaksanaannya ternyata menemui banyak kendala telah menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah saat ini, bahwa grand design ini harus dipersiapkan secara lebih baik dari segala aspek.

Kepada seluruh pihak yang tergabung dalam konsorsium ini, Ditjen Postel mengucapkan terima-kasih atas komitmen dan tanggung-jawabnya dalam Palapa Ring Tahap I ini. Hanya saja perlu dijelaskan, bahwa penanda-tanganan nota kesepahaman ini hanya merupakan entry point menuju perjalanan panjang dan pekerjaan sangat berat sesungguhnya yang melibatkan berbagai kepentingan yang terkait. Karena setelah ini, ketujuh perusahaan tersebut masih harus segera melakukan berbagai persiapan lain yang lebih mendesak guna kesuksesan proyek ini. Satu hal yang perlu dicatat, bahwa Ditjen Postel tidak melakukan pemaksaan apapun kepada konsorsium, karena mereka pun akan memperoleh hak dan kewajibannya. Dengan terbentuknya konsorsium ini, bukan berarti kesempatan untuk membangun jaringan serupa menjadi tertutup. Sesuai regulasi yang ada, kesempatan untuk membangun jaringan serupa dan mendapatkan izin penyelenggaraan jaringan tetap tertutup ini tetap terbuka. Pemerintah akan senantiasa selalu memfasilitasi industri telekomunikasi ini agar tetap menarik baik bagi pelakunya sendiri, investor dan konsumen, dengan tetap menjunjung tinggi asas fairness dan transparan.

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

Email: gatot_b@postel.go.id

Tel/Fax: 021.3860766

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`