Siaran Pers No. 70/DJPT.1/KOMINFO/5/2007
Rencana Penanda-Tanganan Nota Kesepahaman Pembentukan Konsorsium Proyek Pembangunan Jaringan Serat Optik Nasional PALAPA RING Tahap I (Indonesia Bagian Timur)


Menurut rencana, pada hari Jum"at tanggal 25 Mei 2007 jam 13.30 WIB di Ruang Rapat Lantai 13 Ditjen Postel Departemen Kominfo akan berlangsung acara penanda-tanganan nota kesepahaman pembentukan konsorsium Proyek Pembangunan Jaringan Serap Optik Nasional PALAPA RING (Tahap I, karena hanya untuk khusus Indonesia Bagian Timur). Acara yang terbuka untuk para wartawan media cetak, elektronik dan on-line ini direncanakan akan disaksikan langsung oleh Menteri Kominfo Mohammad Nuh dan didampingi oleh Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar. Para penanda-tangan konsorsium ini adalah para direksi dari 7 perusahaan, yaitu:

  1. PT. Bakrie Telecom (prosentasi keikut sertaan yang ditawarkan adalah sebesar 10%).
  2. PT. Excelcomindo Pratama (10%).
  3. PT. Indosat (10%).
  4. PT. Infokom Elektrindo (termasuk PT Mobile-8 sebesar 5%).
  5. PT. Macca System Infocom (10%, yang menyerahkan letter of commitment pada tanggal 23 Mei 2007, sedangkan sebelum ini PT. Nusantara Ekaprana Teknogunakelola telah berkomitrmen, tetapi kemudian menyatakan mengundurkan diri).
  6. PT. Powertek Utama Internusa (representasi Linbrooke Worldwide Ltd sebesar 10%)..
  7. PT Telkom (termasuk PT Telkomsel di dalamnya adalah kemungkinan sebesar sisa prosentasenya).

Palapa Ring adalah suatu proyek pembangunan jaringan serat optik nasional, yang akan menjangkau 33 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, dengan total panjang kabel lautnya adalah sejauh 35.280 km, sedangkan kabel di daratan adalah sejauh 21.807 km. Jaringan ini akan menjadi tumpuan bagi semua penyelenggara telekomunikasi dan pengguna jasa telekomunikasi, karena jaringan ini terintegrasi dengan jaringan yang telah ada milik penyelenggara telekomunikasi. Keberadaan Palapa Ring ini tujuan utamanya adalah untuk mendukung "Sovereignty/Kedaulatan Negara" dan "Ketahanan Nasional" dengan melalui ketersediaan infrastruktur telekomunikasi, yang berkapasitas besar dan terpadu yang diharapkan dapat memberikan jaminan kualitas komunikasi yang berkualitas tinggi, aman, dan murah. Di samping itu, jaringan ini dapat mendukung pemerataan pembangunan dan pengembangkan potensi ekonomi di wilayah dan juga dapat menunjang iklim kompetisi yang lebih sehat di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

Konsep Palapa Ring pertama kali diperkenalkan pada forum Infrastructure Summit di Jakarta pada bulan Januari 2005 dan kemudian setelah dilakukan berbagai revisi dipresentasikan kembali pada Infrastructure Conference and Exhibition (IICE) awal November 2006 di JHCC, Jakarta Nilai proyeknya secara total adalah USD 1,517 Milyar (Rp 13,5 T) . Meski pada awal mulanya cukup kecil dan kurang cepat respon yang diperoleh, pada perkembangan berikutnya sejumlah investor dengan cepatnya telah mengirimkan surat kepada pemerintah dan menyatakan turut berpartisipasi dalam Proyek Palapa Ring ini.

Mengingat cukup banyaknya respon tersebut, Ditjen Postel memfasilitasi pertemuan secara intensif dengan berbagai pihak terkait instansi pemerintah yang terkait dan juga sebagian besar investor yang berminat, khususnya dalam menyusun skim investasi/pembangunan. Berdasarkan pembahasan bersama, maka model bisnis yang dianggap cocok adalah konsorsium, karena akan berdampak pada efisiensi CAPEX, efisiensi OPEX dan tarif yang terjangkau. Para investor juga berpendapat, bahwa proyek ini perlu segera direalisasikan. Hanya saja dengan catatan, bahwa mengingat Indonesia Bagian Barat (IBB) sudah tergelar jaringan serat optik milik 4 penyelenggara (yang digelar oleh PT Telkom, PT Excelcomindo Pratama, PT Comnet Plus dan juga PT Indosat), maka pembangunan diprioritaskan di Indonesia Bagian Timur (IBT). Selain itu keputusan ini dilatar belakangi oleh kondisi untuk memberdayakan jaringan existing yang sudah dibangun, sehingga akan menurunkan total cost dari proyek secara keseluruhan. Secara spesifik yang membedakan kondisi ketersediaan jaringan telekomunikasi antara di kawasan Indonesia bagian barat dengan Timur adalah sebagai berikut. IBB cenderung over capacity, terdapat 4 penyelenggara jaringan yang beroperasi, overlapping antar operator, dan belum saling terintegrasi, belum sepenuhnya konsep ring, dan bandwidth price masih tinggi, namun demand tinggi. Sedangkan IBT digambarkan sebagai: belum terjangkau FO (fiber optic), transmisi masih via satelit sehingga kapasitas terbatas, kondisi kontur geografisnya merupakan kepulauan yang lebih kecil dan tersebar secara dominan dan demand masih rendah.

Alternatif bisnis model yang kemudian disimulasikan adalah sebagai berikut:

Capacity Leased

• Infrastruktur disiapkan oleh satu/ beberapa penyedia jaringan.

• Penyedia jaringan melayani sewa kapasitas jaringan dari para operators lain berdasarkan komitmen bandwidth, kualitas, dan secara per tahun, secara Single Point of Contact (SPOC).

• Biaya Capex & Opex ditanggung oleh penyedia jaringan

IRU

(Indefeasible Right of Use)

• Infrastruktur disiapkan oleh satu/ beberapa penyedia jaringan.

• Penyedia jaringan melayani pembelian hak pakai kapasitas jaringan dari para operators lain berdasarkan komitmen bandwidth, kualitas, dengan jangka waktu tertentu (10-15 th) secara SPOC.

• Biaya Opex ditanggung oleh pembeli IRU secara proporsional sesuai kapasitas yang dibutuhkan.

Joint Investment

• Infrastruktur dibangun dan dioperasikan secara bersama oleh para pihak (parties) baik operators maupun pihak lain.

• Masing-masing party menanggung biaya investasi (Capex) dan operasional (Opex) infrastruktur secara proporsional sesuai komitmen kapasitas yang dibutuhkan.

• Infrastruktur dimiliki secara bersama dengan kepemilikan sesuai dengan proporsi biaya investasi.

Pola simulasi alternatif bisnis model tersebut menunjukkan, bahwa IBB untuk cenderung menggunakan Capasity Leased atau IRU. Sedangkan IBT cenderung Joint Investment. Baik IBB dan IBT tersebut kemudian backbone–nya terinterkoneksi. Khusus untuk IBB, seandainya menggunakan capasity leased/IRU, maka regulasi yang perlu disiapkan oleh pemerintah adalah ceiling price, interkoneksi dan kewajiban pembangunan yang menjangkau unserved area. Pemerintah kemudian akan menyediakan kebijakan lintas rektoral untuk melakukan pembangunan serta operation and maintenance. Pada sisi yang lain, operator backbone yang eksisting maupun yang baru tersebut bersama dengan para operator yang lain meningkatkan kapasitas dan pengaturan tarif dalam menyediakan layanan dan mengumpulkan pendapatan finansial untuk perusahaan. Namun demikian berdasarkan kondisi tersebut, beberapa isyu krusial yang harus dihadapi di kawasan barat adalah masalah legalitas dan masalah keberadaan backbone yang eksisting. Itulah sebabnya model barat akan masih harus dikaji lebih terperinci dengan technical assistance dari Bank Dunia, dan sedangkan model IBT akan diprioritaskan terlebih dahulu dan itulah sebabnya ada penanda-tanganan nota kesepahaman pembentukan konsorsium ini.

Untuk Palapa Ring di Indonesia Bagian Timur ini, pemerintah cukup sebatas menyediakan right of way (kewenangan yang menjadi ruang lingkupnya) dan memfasilitasi terbentuknya konsorsium, menjamin competition safeguard dalam model bisnis konsorsium, menjadi fasilitator jika terjadi dead-lock, menjadi fasilitator antara konsorsium dengan instansi lain/Pemda dan juga pemerintah telah menyiapkan price regulation (Peraturan Menkominfo No. 3 Tahun 2007). Konsorsium inilah yang akan menjadi pelaksana pembangunan serta operation and maintenance. Konsorsium ini bersama operator-operator yang lain akan saling berinvestasi dan menyediakan kapasitas layanan. Kerjasama konsorsium dan para operator lainnya itu berkewajiban mengusahakan sumber pendanaan dari lembaga-lembaga keuangan yang berkepentingan dan wajib pula menanggung pengembaliannya. Selain itu, kerjasama konsorsium dan operator-operator lainnya ini yang nantinya menyediakan layanan langsung kepada para pengguna dan tentu saja berhak menarik keuntungan. Oleh karena itu, Palapa Ring Tahap I (IBT) adalah yang saat ini menjadi prioritas utama.

Seperti sudah disebut di atas, ketika respon investor sudah mulai meningkat, pada awal mulanya terdapat 20 perusahaan yang sudah menyampaikan minat secara tertulis, yaitu:

  1. PT. Telkom.
  2. PT. Indosat.
  3. PT. Telkomsel.
  4. PT. Excelcomindo Pratama.
  5. PT. Bakrie Telekom.
  6. PT. Hutchison CP Telecommunications.
  7. PT. Mobile-8 Telecom.
  8. PT. Natrindo Telepon Seluler.
  9. PT. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
  10. PT. Batam Bintan Telekomunikasi.
  11. PT. Indonesia Comnet Plus.
  12. PT. Nusantara Ekaprana Teknogunakelola.
  13. PT. Aqela Communications.
  14. PT. Potensi Bumi Sakti.
  15. Nawras Development LLC (dari Oman).
  16. PT. Wireless Indonesia-Primasel.
  17. PT. Infocom Elektrindo.
  18. PT. Supra Primatama Nusantara.
  19. PT. Pos Indonesia.
  20. MCM-Tech Berhard (dari Malaysia)

Namun kemudian dalam perkembangannya telah terjadi kristalisasi, dimana berdasarkan hasil pertemuan pada tanggal 2 Mei 2007 di Ditjen Postel, daftar perusahaan yang akan menandatangani MoU Konsorsium Palapa Ring tgl 23 Mei 2007: PT. Bakrie Telecom, PT. Excelcomindo Pratama, PT. Indosat, PT. Infokom Elektrindo, PT. Macca System Infocom (yang menyerahkanletter of commitment pada tanggal 23 Mei 2007, sedangkan sebelum ini PT. Nusantara Ekaprana Teknogunakelola telah berkomitrmen, tetapi kemudian menyatakan mengundurkan diri), PT. Powertek Utama Internusa serta PT Telkom (termasuk PT Telkomsel di dalamnya). Sedangkan daftar perusahaan yang berminat Palapa Ring tetapi non-konsorsium: PT. Aqela Communications, MCM-Tech, Berhad (dari Malaysia), dan Nawras Development LLC (dari Oman).

Dalam perhitungan teknis dan finansialnya, kapasitas untuk ring IBT hingga 10 tahun ke depan adalah sekitar 20 Gbps dengan total investasi di UBT yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 3 trilyun dengan panjang kabel sejauh sekitar 10.000 km. Investasi ini akan dilakukan secara bertahap selama 3 tahun. Dan nantinya seandainya sudah terealisasi, maka manfaat bagi wilayah yang terkena pembangunannya adalah: ketersediaan layanan telekomunikasi dari voice hingga broadband sampai seluruh kota/kabupaten, adanya tarif layanan telekomunikasi yang terjangkau, keberadaan aplikasi seperti distance learning, telemedicine, e-government dan aplikasi lainnya, dapat diimplementasikan di wilayah dan yang paling penting adalah akan berdampak untuk percepatan pengembangan potensi ekonomi wilayah.

Kepala Bagian Umum dan Humas

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

Email: gatot_b@postel.go.id

Tel/Fax: 021.3860766

...................

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`