Sertifikasi Model SDoC Permudah Impor Ekspor Tapi Tetap Diawasi

Dirjen SDPPI Ismail memberikan sambutan saat membuka Sosialisasi Pengawasan dan Pengendalian Standar Alat dan Perangkat Telekomunikasi Dalam Penerapan Tata Niaga Post Border di IPB Convention Center Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/10/2018).

Bogor (SDPPI) - Sertifikasi model Self Declaration of Comfirmity (SDoC), yang menjadikan hasil pengujian laboratorium uji internasional sebagai dasar penerbitan sertifikasi perangkat telekomunikasi di Indonesia, merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap industri dalam mempermudah ekspor dan impor perangkat telekomunikasi.

Namun demikian, pemerintah dalam hal Kementerian Komunikasi dan Informatika tetap melakukan pengujian terhadap alat dan perangkat telekomunikasi yang sudah beredar dan jika ditemukan kecurangan penjual bisa di-backlist atau mendapatkan sanksi pidana, kata Dirjen SDPPI Ismail dalam sosialisasi kebijakan tata niaga post border di hadapan pelaku industri telekomunikasi, di Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/10).

“Apabila ditemukan adanya kecurangan-kecurangan maka ada sanksi baik pidana maupun blacklist yang menyebabkan mereka tidak boleh melakukan operasi perdagangan di wilayah Indonesia,” kata Ismail dalam acara bertajuk “Pengawasan dan Pengendalian Standar Alat dan Perangkat Telekomunikasi Dalam Penerpan Tata Niaga Post Border”.

Dirjen SDPPI mengingatkan bahwa sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi maka seluruh alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dan diperjualbelikan di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku.

Meskipun sudah banyak perangkat yang menggunakan spektrum frekuensi radio yang tidak lagi memerlukan Izin Stasiun Radio (ISR), misalnya alat dengan frekuensi 2,4 GHz dan 5,8 GHz, namun spesifikasi dan penggunaannya harus tetap diatur sehingga tidak menimbulkan gangguan atau interferensi.

Ismail memberi contoh yakni alat dan perangkat yang digunakan dalam peanggulangan bencana alam, dimana pengaturannya berdasarkan software base dan hanya di-setting di aplikasi saja. Bayangkan jika perangkat ini macet dan mengganggu proses penggulangan bencana maka harus ada solusinya.

Menurut Ismail, sertifikasi itu sangat penting, termasuk pada radio komunikasi nelayan. Perangkat tidak berstandar seperti radio amatir all band yang digunakan nelayan berpotensi mengganggu komunikasi penerbangan dan berisiko menimbulkan kecelakaan yang mengancam jiwa manusia.

Ada juga alat dan perangkat yang dapat menimbulkan masalah kesehatan karena spesifikasinya tidak sesuai dengan peruntukkannya, sehingga perlu dipastikan melalui standardisasi dan sertifikasi.

Namun, jelas Ismail, Ditjen SDPPI juga harus mendukung impor dan ekspor, terlebih lagi sekarang pergerakan dan penjualan alat serta perangkat telekomunikasi yang menggunakan frekuensi sangat cepat dan dinamis, contohnya handphone.

Itu lah kenapa diterapkan sertifikasi model SDoC, di mana produsen dan importir sudah mendeklarasikan bahwa perangkatnya sudah memenuhi persyaratan teknis berdasarkan pengujian laboratorium internasional sehingga izin sertifikasinya bisa diterbitkan dalam satu hari.

Tapi, meskipun perangkat itu sudah beredar, Ditjen SDPPI tetap mengujinya dengan mekanisme Post Market Surveillance, dan apabila ditemukan kecurangan akan ada sanksi pidana atau blacklist.

Selanjutnya, jelas Ismail, ada kebijakan baru yang bernama Post Border, di mana alat dan perangkat impor diterima dan masuk terlebih dahulu ke wilayah Indonesia namun tetap dilakukan pengawasan dan pengendalian dengan kerja sama antara Kemkominfo, Ditjen Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan instansi terkait lainnya.

Sosialisasi yang dibuka Ismail ini diikuti perwakilan dari Unit Layanan Kementerian/Lembaga, vendor, distributor, importir alat dan perangkat telekomunikasi, Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), Asosiasi Gabungan Elektronika dan Alat Listrik Rumah Tangga, Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan), dari Bea Cukai, BSN/KAN, dan Kementerian Perdagangan.

Dalam sosialisasi ini dihadirkan sebagai narasumber antara lain dari Indonesia Nasional Single Window (INSW), Kasubdit Kasubdit Monitoring dan Penertiban Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen SDPPI Irawati Tjipto Priyanti, dan dari Pusat Akreditasi Laboratorium dan Lembaga Inspeksi BSN.

(Sumber/foto: Cjp/Mukhsinun/Yosep)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`