UU Cipta Kerja Permudah Perizinan Spektrum Frekuensi Radio

Para peserta yang hadir secara daring dalam Sosialisasi  Pengawasan dan Pengendalian Spektrum Frekuensi Radio dan Perangkat Telekomunikasi di Kalimantan Selatan, Rabu (30/06/2021).

Banjarmasin (SDPPI) – Selain Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, regulasi terkait frekuensi radio juga diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Esensi dari perundangan ini adalah pemberdayaan UMKM serta koperasi dalam rangka peningkatan ekosistem investasi, kemudahan berusaha, peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja dan investasi pemerintah pusat, serta percepatan proyek strategis nasional.

“Itu semangat UU Nomor 11 Tahun 2020. Terkait dengan frekuensi radio tentunya dengan adanya berbagai kemudahan di bidang perizinan spektrum frekuensi radio. Bahkan, perizinan cukup one day service, kalau kelengkapan sudah benar, izin keluar. Dengan kemudahan itulah diharapkan siapa saja pengguna frekuensi radio patuh pada regulasi yang ada,” kata Direktur Pengendalian Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI Sabirin Mochtar, Rabu (30/6/2021).

Direktur Pengendalian hadir secara daring untuk membuka Sosialisasi Pengawasan dan Pengendalian Spektrum Frekuensi Radio dan Perangkat Telekomunikasi di Kalimantan Selatan. Melalui siaran persnya, Rabu (30/06/2021), Kepala Balai Monitor Klas II Banjarmasin Mujiyo menyatakan komitmennya dalam memberikan pemahaman masyarakat mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang benar dan tertib.

Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020, pengawasan dan pengendalian terhadap pelanggaran spektrum frekuensi radio dititikberatkan pada proses pencegahan berupa tindakan administratif dibanding pidana. Jadi, sanksi yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 hanya terkait pidana, dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 akan dikenakan sanksi administratif dulu.

Penggunaan spektrum frekuensi radio tanpa izin, akan dikenakan sanksi administrasi. Demikian pula penggunaan spektrum fekuensi radio tidak sesuai peruntukannya, stasiun radio yang tidak sesuai parameter teknis, sekaligus yang menggunakan perangkat telekomunikasi belum bersertifikasi. Itu semua koridor yang diatur dalam Peraturan Menteri di level teknis turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 yang dikenai sanksi administrasi.

Akan tetapi Undang-undang 11 Tahun 2020 juga mengamanatkan, apabila pengguna spektrum frekuensi radio itu mengancam keselamatan jiwa seseorang atau keamanan negara, bisa langsung dipidana. Ini yang perlu disikapi oleh para penyelenggara atau pengguna spektrum frekuensi radio untuk diketahui, khususnya yang gangguan frekuensinya merugikan terutama yang terkait dengan penerbangan.

Melalui Sosialisasi Pengawasan dan Pengendalian Spektrum Frekuensi Radio ini, diharapkan para stakeholder menyamakan persepsi terkait dengan regulasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 beserta turunannya, maupun Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 beserta turunannya. “Ini yang perlu dikomunikasikan atau disosialisasikan kepada masyarakat, sekaligus memberikan pemahaman baru terhadap regulasi di bidang telekomunikasi,” kata Direktur Pengendalian.

Lebih jauh, Direktur Pengendalian juga menjelaskan pihaknya akan memandu jika terjadi kesalahan penggunaan wewenang di lapangan. Maksudnya, di lapangan ketika ada pancaran frekuensi atau ada site/BTS, biasanya terkait dengan pemda, yaitu apakah site/BTS, itu sudah ada IMB-nya. “Ini yang perlu disinergikan dengan pihak pemda. Logikanya, kalau tidak ada IMB pembangunan BTS tidak bisa, dan ini juga disinergikan dengan kebijakan pemda. Kalau dari sisi undang-undang teknis bisa langsung menghentikan operasionalnya, bisa disegel dan mengamankan perangkat atau alat yang digunakan,” jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Monitoring dan Penertiban Spektrum Frekuensi Radio Andi Faisa Achmad, dalam paparannya sebagai narasumber, menjelaskan hal subtantif terkait dengan Pengawasan dan Pengendalian Penggunaan Penggunaan SFR dan/atau Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi setelah adanya Undang-undang Cipta Kerja. Antara lain, materi Subtansi UU Cipta Kerja terkait Pengaturan Spektrum Frekuensi Radio, Pengawasan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Sanksi Administratif, Kluster Pengawasan dan Pengendalian Penggunaan SFR dan Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi, Kewajiban Pengguna/Pemilik Izin Frekuensi Radio, Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Ganti Kerugian, Subtansi Perubahan Terkait Alat/Perangkat Telekomunikasi, Kasus Gangguan Frekuensi Radio.

Kabalmon Klas II Banjarmasin Mujiyo melaporkan wilayah kerjanya masih ada terjadi gangguan spketrum frekuensi radio. Oleh karena itu, melalui edukasi kepada masyarakat ini diharapkan memberikan pemahaman dan kepatuhan tentang penggunaan frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku, sehingga gangguan di Kalimantan Selatan dapat diminimalisasi.

Acara Sosialisasi dimoderatori oleh Hendy Herdiyana dan dihadiri 87 peserta secara daring. Jumlah ini melebihi dari undangan yang disebarkan, yaitu 71 orang. Mereka berasal dari Dinas Kominfo Provinsi, Dinas Kominfo Kabupaten/Kota, Airnav, Basarnas, LPPL, LPPS, LPK, ISP, Pengguna Radio Konsesi, Orari, Rapi, Pondok Pesantren dan Pelajar. Sementara turut hadir pada kesempatan itu Kadis Kominfo Provinsi Kalimantan Selatan Gt Yanuar Noor Rifai, Ketua Panitia Subkoord Sarpel M Amin, serta pegawai Balmon Banjarmasin.

(Sumber/ Foto : Mujiyo/ Miwan, Balmon Banjarmasin)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`