Siaran Pers No. 30/DJPT.1/KOMINFO/III/2006
Intensifikasi Penertiban Pos dan Telekomunikasi Oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Ditjen Postel


  1. Beberapa waktu terakhir ini Ditjen Postel kembali akan lebih mengintensifikasikan segala bentuk kegiatan penertiban yang terkait dengan penyelenggaraan pos maupun telekomunikasi melalui kewenangan yang dimiliki oleh PPNS Ditjen Postel. Kegiatan penertiban ini sesungguhnya sudah merupakan tugas rutin yang selama ini menjadi salah satu tugas pokok PPNS Ditjen Postel dan selalu dilakukan secara sistematis dan koordinatif dengan berbagai instansi penegak hukum lainnya (Kepolisian, Kejaksaan, TNI dan berbagai instansi terkait) di seluruh wilayah Indonesia. Adapun dasar kewenangan PPNS Ditjen Postel telah diatur baik dalam UU No. 6 Tahun 1984 tentang Pos maupun UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pasal 22 UU No. 6/1984 tentang Pos menyebutkan: "(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pejabat pegawai neg eri sipil tertentu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) berwenang memeriksa sarana angkutan dan tempat yang diduga dipergunakan dalam penyelenggaraan itu serta memeriksa dan menyita kiriman yang bersangkutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini" .
  2. Hal serupa juga disebutkan dalam Pasal 44 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, yaitu: :"(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi; c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku; d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka; e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi; f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi; g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi; h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan i. mengadakan penghentian penyidikan; 3. Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana .
  3. Sejauh ini jumlah PPNS Ditjen Postel sebanyak 220 personil yang tersebar di seluruh Indonesia (kantor pusat Ditjen Postel 47 personil, kantor UPT Monitoring Frekuensi Radio dan Orbit Satelit di seluruh Indonesia 168 personil, dan Balai Uji Perangkat Telekomunikasi di Bintara – Bekasi 5 personil). Seperti halnya PPNS yang ada di sejumlah instansi lain misalnya di Departemen Kehutanan, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Pajak, Ditjen Imigrasi dan lain-lain, PPNS Ditjen Postel dididik secara bertahap melalui kelembagaan pendidikan dan latihan di bawah Bareskrim Mabes POLRI. Namun demikian, berbeda dengan PPNS yang ada di beberapa instansi lain tersebut, PPNS Ditjen Postel dimaksudkan untuk mengantisipasi praktek hukum sebagai akibat berkembangnya tindak pidana yang di luar jangkauan KUHP dan juga mengantisipasi praktek hukum terhadap demikian cepatnya perkembangan tehnologi informasi, khususnya telekomunikasi. Adapun tujuannya adalah untuk mempersempit jarak antara deret ukur perkembangan tehnologi informasi dengan deret hitung keberadaan jumlah penegak hukum. Di samping itu juga untuk lebih menciptakan rasa keadilan, karena KUHP sebagiannya cenderung kurang sesuai dengan kondisi saat ini dalam penyelesaian pelanggaran tindak pidana di bidang telekomunikasi.
  4. Selama ini PPNS Ditjen Postel cukup intensif dalam melakukan penertiban. Ruang lingkup objek penertiban yang pada umumnya sering muncul (namun juga tidak kecil kendala penertibannya) adalah di antaranya sebagai berikut: masalah televisi/radio siaran (adanya tumpang tindih izin penggunaan frekuensi radio antara diterbitkan oleh Ditjen Postel dan Pemda; frekuensi radio daya pancar dan lebar band televisi/radio siaran yang tidak sesuai ketentuan teknis; banyaknya masyarakat yang merakit dan menyelenggarakan radio siaran tanpa izin), masalah radio amatir/KRAP (penggunaan frekuensi radio tidak sesuai dengan izin; untuk komunikasi bisnis; banyaknya pengguna frekuensi radio amatir/KRAP yang ilegal), masalah penyelenggaraan seluler (adanya pembangunan dan penambahan BTS yang sudah beroperasi tidak segera dilaporkan pihak penyelenggara kepada Ditjen Postel).
  5. Selain itu, objeknya adalah masalah komunikasi satelit (adanya operator stasiun bumi yang belum memiliki izin stasiun bumi; tidak terpantaunya landing right dari satelit asing), masalah komunikasi radio point to point dan pint to multi point (adanya tumpang tindih izin penggunaan frekuensi yang ditertibkan oleh instansi tertentu di luar kewenangan Ditjen Postel; frekuensi radio daya pancar dan lebar pita tidak sesuai ketentuan teknis), masalah radio maritim (bagi yang tidak memiliki Izin Stasiun Radio/ISR; rekomendasi dari syahbandar dianggap sebagai izin penggunaan frekuensi radio), masalah penyelenggaraan BWA/broadband wireless acess (izin penyelenggaraan yang dimiliki oleh operator BWA dianggap sebagai ISR; dengan dibebaskannya penggunaan frekuensi radio 2,4 GHz berakibat padatnya pengguna frekuensi radio tersebut sehingga banyak memanfaatkan frekuensi 5,8 GHz), masalah jasa nilai tambah teleponi (izin premium call yang tidak sesuai peruntukannya), masalah penyelenggaraan VOIP (adanya penyelenggara VOIP yang tidak berizin), masalah penyelenggaraan ISP (adanya penyelenggara ISP sering menyelenggarakan jasa akses internet kepada warnet tanpa memiliki izin akses internet dari Ditjen Postel), masalah perangkat telekomunikasi (masih banyaknya perangkat telekomunikasi yang belum bersrtifikasi dan berstandard resmi). Di samping itu, untuk objek bidang pos adalah masalah pemalsuan prangko dan masalah legalitas jasa titipan swasta (adanya yang tidak berizin; adanya jasa titipan swasta yang melakukan pengiriman surat meski bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; duplikasi perizinan antara yang dari Ditjen Postel dan Pemda).
  6. Berikut ini suatu contoh prosedur penertiban penggunaan frekuensi radio yang dilakukan oleh suatu Kantor Balai Monitoring Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Ditjen Postel dari suatu daerah tertentu. Berdasarkan hasil observasi lapangan dalam monitoring dan pengukuran parameter pengukuran tehnis frekuensi radio, suatu Balai Monitoring menemu kenali adanya penggunaan frekuensi radio secara ilegal. Balai Monitoring selanjutnya mengirimkan surat peringatan pertama yang substansinya berisi dasar hukum penertiban, adanya anomali dari hasil observasi, referensi penggunaan frekuensi radio yang dirujuk, sanksi hukum pelanggaran, peringatan penghentian dan konsekuensi jika tidak mengindahkan surat peringatan tersebut. Akan tetapi, dalam konteks lain prosedurnya dapat berbeda, misalnya on the spot langsung melakukan penyitaan atas dasar hukum regulasinya tanpa adanya peringatan pertama, kedua dan ketiga.
  7. Sesuai dengan araham Menteri Kominfo pada tanggal 6 Maret 2006 dalam pertemuan dengan beberapa pejabat Ditjen Postel yang bertanggung-jawab dalam pembinaan PPNS Ditjen Postel, untuk masa mendatang optimalisasi penertiban tersebut akan terus dilakukan. Arahan ini sudah barang tentu sebagai konsekuensi dengan semakin meningkatnya tantangan perkembangan telekomunikasi, khususnya yang terkait dengan konvergensi tehnologi informasi serta beragam ancaman yang muncul di balik berkembangnya cyber crime . Dengan demikian Ditjen Postel tidak semata-mata memproduk regulasi berkualitas sebanyak mungkin, tetapi juga harus tangguh dalam law enforcement -nya. Oleh karenanya PPNS Ditjen Postel tetap dipacu peningkatan kualitasnya.

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

E-mail: gatot_b@postel.go.id ; dbroto@yahoo.com

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`