Siaran Pers No. 225/PIH/KOMINFO/12/2009
Pertemuan Menteri Kominfo Dengan Ketua KPK Terkait Rancangan Peraturan Pemerintah Mengenai Tata Cara Intersepsi (Penyadapan)


(Jakarta, 15 Desember 2009). Sebagai bagian dari upaya untuk merespon kepentingan umum dan juga sebagai bagian dari proses pembahasan yang masih berlangsung, Menteri Kominfo Tifatul Sembiring beserta jajarannya pada tanggal 15 Desember 2009 telah mengadakan suatu pertemuan dengan Pelaksana Tugas Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, yang didampingi oleh beberapa pejabat KPK. Pertemuan yang berlangsung di Kantor KPK tersebut berlangsung cukup intensif (berlangsung sejak jam 10.45 s/d. 13.15 WIB) dalam suasana yang sangat bersahabat, konstruktif namun tetap krisis dalam menyanpaikan pandangan satu sama lain. Pertemuan diakhiri dengan jumpa pers (yang menghadirkan Menteri Kominfo Tifatul Sembiring dan dua Pimpinan KPK yaitu Tumpak Hatorangan Panggabean dan Chandra Hamzah) dihadapan puluhan wartawan dari berbagai media massa yang sudah cukup lama menunggu hasil pertemuan tersebut.

Pertemuan tersebut sama sekali tidak bermaksud bagi Departemen Kominfo untuk melakukan pendekatan (lobby) maupun intervensi kepada KPK agar sepaham dengan esensi yang sudah tertulis dalam RPP. Pertemuan tersebut semata-mata untuk memfasilitasi pertemuan di tingkat pimpinan kedua lembaga tersebut dalam mensikapi kontroversi masalah RPP tersebut mengingat sejauh ini pandangan Departemen Kominfo, KPK, Mahkamah Konstitusi, sejumlah LSM dan berbagai pihak lainnya di antaranya masih sebatas pada perdebatan di berbagai media massa yang cenderung semakin hangat. Oleh karenanya, pimpinan Departemen Kominfo dan KPK memandang penting untuk duduk bersama dalam pembahasan langsung guna mengetahui standing point masing-masing. Bahwasanya persepsi masing-masing dalam beberapa hal ada yang berbeda adalah wajar, tetapi minimal justifikasi dan opsi alternatif dapat diketahui secara komprehensif.

Esensi dan urgensi bahwa KPK pun sesungguhnya sepaham dengan Departemen Kominfo untuk mengatur masalah penyadapan dapat dibuktikan dengan adanya Peraturan Menteri Kominfo No . 11/PER/M.KOMINFO/2/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi, yang disusun bersama antara Departemen Kominfo dengan KPK dan bahkan KPK tercatat yang paling konsisten, rajin dan rutin menyampaikan permohonan kepada Departemen Kominfo agar sistem peralatan penyadapannya diuji laik operasi oleh Departemen Kominfo. Namun demikian khusus untuk RPP ini ada beberapa hal yang dipersoalkan oleh KPK, yaitu di antaranya adalah tentang kewajiban untuk memperoleh penetapan dari pengadilan untuk melakukan penyadapan, dengan alasan bahwa korupsi ini adalah suatu extra ordinary crime, sehingga upaya pemberantasannya pun tidak boleh konvensional melainkan dengan cara yang luar biasa pula, sehingga prinsip les specialis terhadap les generalis atas suatu peraturan harus dipertimbangkan secara proporsional. Tetapi dalam konteks perbedaan ini pun, KPK cukup bijaksana dengan mengusulkan mekanisme yang kondisional sifatnya, artinya jika harus ada syarat izin dari pengadilan, maka aturannya adalah sedemikian rupa dan jika tanpa izin, maka aturannya juga akan lain pula. Hal lain adalah, bahwasanya penyadapan yang dilakukan oleh KPK hanya sebatas pada jasa layanan suara pada telekomunikasi dan tidak mengarah pada jasa multimedia, seperti internet misalnya. Sehingga aturannya harus dibuat terpisah.

Sesuai dengan komitmen Departemen Kominfo, sejumlah masukan tersebut akan dipelajari dengan komprehensif oleh Tim Interdep untuk dapat ditampung. Baik Departemen Kominfo maupun KPK sangat sepakat, bahwa pertemuan tersebut masih harus berlanjut untuk dapat mengurai berbagai persoalan yang ada dengan prinsip utama, bahwa Departemen Kominfo tetap mendukung sepenuhnya kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan dan sama sekali tidak ada maksud untuk mengurangi kewenangan KPK. Oleh karena itu melalui Siaran Pers ini Departemen Kominfo perlu menjelaskan, bahwa seandainya acuan RPP nya adalah UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan itu memang diamanatkan pada Pasal 42 ayat (3) yang menyebutkan bahwa ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jika RPP menurut UU tersebut yang disusun, maka hanya mengatur tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi, dan bukannya mengatur tata cara intersepsi. Padahal ruang lingkup intersepsi justru lebih besar bagi KPK dari pada sekedar permintaan dan pemberian rekaman informasi. Sedangkan yang diatur dengan mengacu pada UU ITE jauh lebih luas. Akan tetapi Departemen Kominfo akan mengkajinya karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahannya.

Hal lain yang juga perlu dijelaskan adalah, bahwasanya di dalam UU Telekomunikasi, khususnya Pasal 7 ayat (1) disebutkan, bahwa penyelenggaraan telekomunikasi meliputi: a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi; c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Lebih lanjut di dalam PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khususnya Pasal 14 ayat (1) yang disebutkan, bahwa p nyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari: a. penyelenggaraan jasa teleponi dasar; b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; c. penyelenggaraan jasa multimedia. Ini belum lagi terhitung dengan rancangan regulasi konvergensi yang saat ini sedang dalam pembahasan. Initinya adalah, bahwasanya berdasarkan aturan yang ada saja jasa multimedia adalah juga bagian dari jasa telekomunikasi. Yang perlu juga dijelaskan adalah, bahwasanya UU ITE khususnya Pasal 43 ayat (2) menyebutkan, bahwa penyidika di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Lebih lanjut pada ayat (3) disebutkan, bahwa penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat. Dan yang paling penting adalah, bahwasanya Menteri Kominfo Tifatul Sembiring menyampaikan komitmennya untuk responsif terhadap keprihatinan arus massa yang cenderung bersikap konfrontatif terhadap RPP ini, karena pada saatnya ada uji publik dimana seluruh pihak bisa dan dapat mengkritisi seluruh esensi RPP ini secara lengkap dan kritis atau ekstrem sekalipun. Lebih baik saling berdebat keras saat ini dari pada tidak efektif saat mulai diberlakukan.

Apapun perbedaan dan dinamika pembahasan yang berkembang dalam pertemuan antara Pimpinan Departemen Kominfo dan KPK tersebut, Departemen Kominfo sangat mengapresiasi respon kritis dan konstruktif yang ditunjukkan oleh KPK. Sehingga mengingat waktu pembahasan masih cukup panjang, cukup waktu bagi Departemen Kominfo, KPK dan berbagai instansi lainnya untuk mencermati kembali RPP ini bagi tujuan optimalisasi daya dukung bagi aparat penegak hukum untuk terus melakukan pemberantasan korupsi, karena bagi Departemen Kominfo dan juga KPK, komitmen pemberantasan korupsi adalah suatu harga mati sehingga perlu diteruskan perjuangannya dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Dalam jumpa pers tersebut, Menteri Kominfo telah membacakan beberapa butir kesepakatan yang telah dicapai dari pertemuan tersebut, yang diawali dengan point yang menyebutkan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan semangat perlawanan terhadap pelaku korupsi. Yang berikutnya, sepakat bahwa Peraturan Menteri Kominfo No. 11/PER/M.KOMINFO/2/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi perlu diperbaiki sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, sepakat memperkuat lembaga-lembaga anti korupsi seperti KPK dengan dukungan pemanfaatan tehnologi informasi dan komunikasi dalam pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi. Kedua belah pihak juga sepakat apabila ada usulan-usulan perubahan terhadap RPP tentang Tata Cara Intersepsi, maka dapat segera diajukan kepada Departemen Hukum dan HAM serta Tim Interdep, dalam hal ini yang difasilitasi oleh Dirjen Aplikasi Telematika Departemen Kominfo. Juga tidak kalah pentingnya adalah, bahwasanya sepakat untuk menampung dan mambahas masukan dari masyarakat (uji publik) dalam proses harmonisasi RPP tentang Tata Cara Intersepsi. Dan yang terakhir adalah, mengundang atau mengajak KPK untuk terus bersama-sama mewujudkan good governance melalui peningkatan pemberantasan korupsi.

---------------

Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto; HP: 0811898504; Email: gatot_b@postel.go.id; Tel/Fax: 021.3504024).

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`