Siaran Pers Nomor : 44 /DJPT.1/KOMINFO/IX/2005
Kontroversi Penggunaan Frekuensi Radio antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


  1. Akhir-akhir ini ada kecenderungan beberapa pemerintah daerah untuk menata ulang pembangunan tower telekomunikasi (khususnya BTS). Rencana ini dilatarbelakangi oleh suatu realita, bahwasanya sejumlah Pemda sangat prihatin terhadap kecenderungan persaingan pembangunan tower telekomunikasi yang justru makin merusak tata kawasan, baik dari aspek estetika, sosial, ekonomi, budaya dan religi. Rencana ini sesungguhnya diawali oleh kebijakan Pemda Batam yang sudah pernah mencanangkan rencana tersebut sekitar satu bulan lalu lengkap berikut dengan konsep perangkat regulasi dan koordinasinya dengan para operator. Ditjen Postel pada prinsipnya merespon positif rencana tersebut, selain karena memungkinkan pihak Pemda dapat turut serta secara aktif dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi, juga untuk mendorong iklim investasi yang kondusif bagi para operator telekomunikasi dalam mengembangkan jaringannya. Sehingga Pemda tidak semata-mata berkutat pada tuntutannnya pada pemerintah pusat dalam pembagian kewenangan pengaturan penggunaan frekuensi radio.
  2. Pertentangan antara pusat dan daerah dalam penggunaan frekuensi radio sebenarnya tidak perlu terjadi sekiranya konsistensi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku tetap dipegang teguh, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 Pasal 33, yang menyebutkan:
    1. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
    2. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
    3. Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
    4. Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  3. Searah dengan ayat 4 Pasal 33 UU No. 36 tersebut di atas, demikian pula dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, khususnya Pasal 17 antara lain menyebutkan:
    1. Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi wajib mendapatkan izin Menteri.
    2. Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio.
    3. Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

    Sebagai catatan, sesuai dengan Pasal 1 UU No. 36 Tahun 1999 dan Pasal 1 PP No. 53 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
  4. Mengacu pada UU dan PP tersebut di atas, sudah jelas kiranya, bahwa kewenangan pemerintah pusat (dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika yang secara operasional dilakukan oleh Dirjen Postel) tidak perlu menjadi persoalan yang debatable . Namun demikian, Ditjen Postel juga menyadari sepenuhnya tentang keberadaan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Pemerintah Provinsi Sebagai Daerah Otonom antara lain ditetapkan, bahwa Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom yaitu melaksanakan pemberian perizinan di bidang penyelenggaraan siaran radio dan siaran televisi lokal. Keberadaan PP No. 25 Tahun 2000 tersebut telah menjadi salah satu landasan hukum bagi berbagai daerah untuk menyusun peraturan daerah yang kondusif sesuai dengan kepentingan daerah masing-masing.
  5. Sejauh ini baik Ditjen Postel sudah cukup intensif dalam mengatasi perbedaan persepsi tentang penggunaan frekuensi radio antara pemerintah pusat dan daerah. Menteri Perhubungan melalui suratnya No. HK.106/1/2 PHB-2004 tertanggal 27 Januari 2004 telah memberitahukan Mendagri yang intinya permohonan agar Mendagri meminta para Gubernur untuk tidak menyusun Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos dan telekomunikasi Selanjutnya, Menteri Perhubungan melalui suratnya No. HK.106/1/14 Phb 2004 tertanggal 19 April 2004 kembali memberitahukan Mendagri yang intinya mempertanyakan tindak lanjut rencana pembatalan sejumlah Perda yang bermasalah di bidang pos dan telekomunikasi.
  6. Sikap concern Ditjen Postel tersebut dalam perkembangannya telah direspon positif oleh Depdagri melalui surat Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri No. 480/249/PUM tertanggal 27 April 2005 yang intinya meminta Ditjen Postel untuk mengajukan proposalnya searah dengan rencana Depdagri untuk merevisi PP No. 25 Tahun 2000. Lebih lanjut, Menteri Kominfo melalui surat No. 155/M.KOMINFO/5/2005 tertanggal 19 Mei 2005 meminta para gubernur dan bupati/walikota untuk tidak memberikan izin frekuensi radio/televisi di wilayahnya. Munculnya surat tersebut dilatar belakangi oleh adanya sejumlah surat dari Dinas Perhubungan beberapa daerah yang meminta perusahaan-perusahaan tertentu sebagai para pengguna frekuensi radio untuk memperbaharui izin.
  7. Berdasarkan kenyataan tersebut, kepada para penyelenggara telekomunikasi diimbau untuk tidak ragu-ragu tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pengurusan perizinan frekuensi radio. Dalam arti izin frekuensi radio tetap hanya dikeluarkan oleh Ditjen Postel untuk izin frekuensi radio baru maupun perpanjangan izinnya. Hal ini perlu dipertegas, karena pada saat ini beberapa pengguna frekuensi radio yang izinnya telah dikeluarkan oleh Ditjen Postel telah memperoleh teguran atau peringatan dari Pemda setempat untuk mendaftarkan diri dan memproses izinnya kepada Pemda yang bersangkutan. Di samping itu, seandainya sejumlah Pemda masih mengacu pada PP No. 25 Tahun 2000, maka dasar hukum tersebut lemah, karena yang menjadi kewenangan mereka hanya sebatas pemberian perizinan di bidang penyelenggaraan siaran radio dan siaran televisi local (bukan untuk penggunaan frekuensi radio lainnya dalam arti luas), sesuai dengan alokasi frekuensi radio yang telah ditetapkan oleh Menteri. Bahkan lebih dari itu, dengan adanya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang intinya menetapkan izin siaran berikut frekuensinya ditetapkan bersama oleh Negara melalui KPI.
  8. Pada saat ini berdasarkan berbagai temuan di lapangan ditemukan adanya pengguna frekuensi radio berizin Ditjen Postel yang sesungguhnya legal telah diganggu oleh pengguna frekuensi radio lain yang izinnya dikeluarkan oleh Pemda. Hal ini menimbulkan ketidak pastian perlindungan dan ketidak nyamanan bagi pengguna frekuensi radio yang berizin legal.

HP: 0811898504

E-mail: gatot_b@postel.go.id

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`