Siaran Pers No. 138/PIH/KOMINFO/12/2010
Uji Publik RPM Perubahan Ketujuh Atas FTP 2000: Nomor Pengguna Telekomunikasi Yang Sudah Tidak Terpakai Lagi Dapat Dimanfaatkan Pengguna Lain Dalam Jangka Waktu Transisinya Tidak Boleh Kurang Dari 90 Hari Kalender


(Jakarta, 14 Desember 2010). Kementerian Kominfo mulai tanggal 14 s/d. 21 Desember 2010 mengadakan uji publik terhadapRancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 4 Tahun 2001 Tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 ( Fundamental Technical Plan National 2000 ) Pembangunan Telekomunikasi Nasional. Seperti biasanya, kepada berbagai pihak yang berkepentingan untuk menanggapi bagi kesempurnaan rancangan ini, dimohon untuk menyampaikan tanggapannya dengan mengirimkan email ke alamat: ketut@postel.go.iddan gatot_b@postel.go.id paling lambat tanggal 21 Desember 2010.

Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Pehubungan Nomor: KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 ( Fundamental Technical Plan National 2000 ) Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 09/PER/M.KOMINFO/06/2010 diubah di antaranya sebagai berikut: Ketentuan Bab II Butir 5.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Penomoran untuk pelanggan/terminal PSTN / ISDN. Nomor (Signifikan) Nasional I: Dalam FTP Nasional 2000 ini, Nomor (Signifikan) Nasional untuk pelanggan telepon pada jaringan tetap mempunyai panjang 10 digit, terdiri atas 2 atau 3 digit Kode Wilayah dalam kombinasi dengan 8 atau 7 digit Nomor Pelanggan. Terhadap batas maksimum yang ditetapkan oleh ITU-T, masih tersedia cadangan sebanyak 3 digit; Nomor (Signifikan) Nasional II: Khusus terhadap wilayah-wilayah yang dianggap kritis, dalam FTP Nasional 2000 ini, Nomor (Signifikan) Nasional untuk pelanggan telepon pada jaringan tetap mempunyai panjang 11 digit, terdiri atas 2 atau 3 digit Kode Wilayah dalam kombinasi dengan 9 atau 8 digit Nomor Pelanggan. Terhadap batas maksimum yang ditetapkan oleh ITU-T, masih tersedia cadangan sebanyak 2 digit.

Berikutnya diatur juga mengenai Kode Wilayah, dimana Kode Wilayah menggunakan digit awal A=2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9. Keseluruhan alokasi kode wilayah diikhtisarkan dalam LAMPIRAN 1. A = 1 dan A = 8 tidak digunakan karena sudah dialokasikan untuk keperluan lain. Selanjutnya juga mengenai Nomor Pelanggan Telepon, dimana Nomor Pelanggan telepon mempunyai panjang 8 digit untuk wilayah dengan kode AB, dan 7 digit untuk wilayah dengan kode ABC. Khusus terhadap wilayah-wilayah yang dianggap kritis, Nomor Pelanggan telepon mempunyai panjang 9 digit untuk wilayah dengan kode AB, dan 8 digit untuk wilayah dengan kode ABC. Di dalam satu wilayah penomoran seluruh nomor pelanggan harus mempunyai panjang yang sama, namun untuk keadaan yang sifatnya sementara, boleh digunakan nomor dengan panjang campuran. Dengan tujuan mempercepat proses ekspansi di wilayah tersebut. Sedangkan mengenai Blok Nomor Pelanggan, disebutkan dalam rancangan tersebut, bahwa untuk meningkatkan efiensi dalam penggunaan nomor, Nomor Pelanggan ditempatkan di bawah pengendalian Ditjen Postel, dan dialokasikan kepada penyelenggara sesuai dengan kebutuhannya dalam blok-blok nomor yang berisikan 10.000 nomor pelanggan. Untuk wilayah ABC, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 3 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEF, sedangkan untuk penetapan baru di wilayah yang dianggap kritis, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFG. Untuk wilayah AB, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFG, sedangkan untuk penetapan baru di wilayah yang dianggap kritis, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 5 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFGH.

Kode Sentral juga diatur, dimana untuk berbagai keperluan, terutama untuk ruting dan pembebanan, 4 atau 3 digit (5 atau 4 digit untuk penetapan baru di wilayah kritis) pertama dari Nomor Pelanggan juga mempunyai fungsi operasional sebagai Kode Sentral. Dalam panggilan lokal, sentral asal harus menganalisa kelima digit tersebut untuk menyalurkan panggilan ke tujuannya. Satu sentral dapat memiliki lebih dari satu kode sentral. Penggunaan lebih lanjut dari Kode Sentral diserahkan kepada masing-masing penyelenggara. Juga tidak kalaH pentingnya diatur dalam rancangan ini adalah mengenai Penomoran untuk Pelayanan Darurat dan Pelayanan Khusus. Untuk pelayanan darurat dialokasikan nomor yang berlaku secara nasional. Pelayanan yang sama dapat diperoleh dengan memutar nomor yang sama di semua jaringan telekomunikasi di Indonesia. Nomor untuk pelayanan darurat adalah: Polisi (112), Pemadam Kebakaran (113), SAR (115) dan Ambulans (118). Nomor-nomor tersebut harus juga dapat diakses secara langsung dari terminal telefon seluler.

Selanjutnya, nomor-nomor untuk pelayanan khusus dapat dialokasikan kepada penyelenggara jaringan tetap maupun penyelenggara jaringan bergerak, dengan maksud mempermudah pelanggan untuk memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang bersangkutan. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penyelenggara, akan diperlukan nomor pelayanan khusus dalam jumlah yang besar pula. Sehubungan dengan itu, pengalokasian nomor untuk pelayanan khusus diatur dengan cara berikut: untuk setiap penyelenggara jaringan/pelayanan dapat dialokasikan maksimum satu nomor pelayanan khusus; dan p enyelenggara yang bermaksud menyediakan lebih dari satu pelayanan khusus disarankan untuk mengadakan upaya internal, misalnya melalui " call center ", yang dioperasikan sendiri atau secara gabungan dengan penyelenggara lain.

Akan halnya dalam Ketentuan Bab II Lampiran 4 diubah sehingga di antaranya berbunyi sebagai berikut: Yang dimaksud wilayah dengan kondisi penomoran yang kritis adalah wilayah-wilayah yang sisa blok nomor di Ditjen Postel yang masih belum dialokasikan kepada penyelenggara telah kurang dari atau sama dengan 15% dari kapasitas maksimumnya, yaitu sebanyak 1200 blok nomor (12.000.000 nomor pelanggan) untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 120 blok nomor (1.200.000 nomor pelanggan) untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit, wilayah-wilayah ini selanjutnya akan disebut dengan wilayah kritis dan penetapan suatu wilayah disebut kritis dilakukan oleh Dirjen Postel. Dalam hal penambahan digit untuk blok baru masih belum mencukupi ketersediaan nomor di wilayah kritis, maka Menteri mendelegasikan kewenangan kepada Dirjen Postel untuk mengelola lebih lanjut penambahan digit untuk nomor eksisting dengan tetap mengacu pada penetapan per blok nomor, dengan setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelanggan.

Yang juga perlu diperhatikan pada rancangan ini adalah, bahwasanya nomor pelanggan yang karena satu dan lain sebab tidak dipergunakan lagi oleh pelanggan pemiliknya, harus dimanfaatkan untuk calon pelanggan lain yang membutuhkan. Meskipun demikian, tenggang waktu antara saat nomor pelanggan dikembalikan oleh pelanggan/pemilik lama dan saat nomor tersebut diberikan kepada pelanggan baru, tidak boleh kurang dari 90 hari kalender.

—–

Kepala Pusat informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto; HP: 0811898504; Email: gatot_b@postel.go.id ; Tel/Fax: 021.3504024).

Sumber ilustrasi: http://www.qbe.qita.co.id/upload/sub/images/Tlp01.jpg.

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`