Siaran Pers No. 38/DJPT.1/KOMINFO/3/2007
Percepatan Proses ISR (Izin Stasiun Radio) Untuk Perizinan Satelit Bagi Stasiun Angkasa dan Stasiun Bumi


  1. Ditjen Postel pada tanggal 28 Maret 2007 ini akan mengirimkan surat pada para sejumlah pengguna satelit. Pada intinya surat tersebut menyebutkan, bahwa para pengguna satelit (khususnya satelit asing) diminta untuk segera mengajukan permohonan Izin Stasiun Radio (ISR) untuk Stasiun Angkasa atau Stasiun Bumi dengan ketentuan sebagai berikut:


    1. Stasiun Angkasa
      1. Hanya dapat diberikan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi, atau penyelenggara jasa interkoneksi internet (NAP).
      2. Perhitungan pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio minimal terhadap penggunaan 1 transponder atau kelipatannya.
      3. Mendaftarkan setiap stasiun bumi yang terkait dengan transponder tersebut pada butir b.
    1. Stasiun Bumi
      1. Dapat diberikan kepada semua penyelenggara telekomunikasi kecuali penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum, penyelenggara jasa akses internet (ISP), penyelenggara jasa jual kembali warung internet.
      2. Perhitungan pembayaran BHP sesuai dengan kanal frekuensi (lebar pita frekuensi efektif ) atas transponder yang digunakan.
      3. BHP frekuensi dikenakan bagi setiap stasiun bumi.
  2. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk proses izin stasiun angkasa atau izin stasiun bumi sebagai berikut:


    1. Surat permohonan ISR.
    2. Mengisi formulir permohonan izin stasiun angkasa atau izin stasiun bumi (formulir dapat diambil pada website Ditjen Postel). Formulir agar dikirimkan dalam format elektronik.
    3. Copy izin penyelenggaraan yang berlaku.
    4. Surat pernyataan kesanggupan bermaterai Rp. 6000,00 untuk menghentikan penggunaan satelit bagi setiap stasiun bumi apabila terjadi interferensi terhadap pengguna frekuensi radio lain yang berizin.
    5. Dokumen teknis stasiun bumi untuk keperluan proses sertifikasi perangkat dan proses ISR (termasuk antena pattern, alat dan perangkat pendukung lainnya yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang menggunakan satelit).
    6. Daftar stasiun bumi yang digunakan.
  3. Surat permohonan ISR tersebut diharapkan dapat diterima Ditjen Postel sebelum tanggal 16 April 2007 agar waktu penerbitan ISR dapat diselesaikan sebelum tanggal 5 Juni 2007, dimana diantara waktu tersebut Ditjen Postel akan melakukan pemrosesan secara pararel baik untuk proses penerbitan hak labuh dan proses sertifikasi alat dan perangkat. Surat permohonan yang sudah memenuhi syarat agar segera disampaikan kepada Dirjen Postel up. Direktur Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit di Ditjen Postel Gedung Sapta Pesona Lantai 7 Jalan Merdeka Barat No. 17 Jakarta – 10110. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak akan diproses. Informasi lebih lanjut dapat mengecek pada website Ditjen Postel www.postel.go.id , dan korespondensi dapat dilakukan via email: mulyadi@postel.go.id atau dengan fax : (021) 3522915.
  4. Dikirimkannya surat pemberitahuan tersebut pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari sosialisasi penanganan proses izin stasiun radio terkait penggunaan satelit, yang telah diadakan pada tanggal 8 Maret 2007 di Hotel Santika Jakarta telah berlangsung sosialisasi penanganan proses izin stasiun radio terkait penggunaan satelit. Selanjutnya juga, pada tanggal 20 s/d. 22 Maret 2007 secara berturut-turut telah berlangsung kegiatan tutorial secara bertahap dan berkelompok yang diselenggarakan oleh Ditjen Postel kepada para pengguna satelit (baik satelit asing maupun satelit domestik) di kantor Ditjen Postel. Acara tutorial tersebut sangat penting dan diminati oleh para pengguna satelit, karena pada saat berlangsungnya program sosialisasi ternyata terdapat sejumlah daftar pertanyaan yang perlu segera harus diklarifikasi oleh Ditjen Postel. Sejumlah pertanyaan beserta jawabannya tersebut adalah sebagai berikut:
    1. Sesi pertama:
      1. Pertanyaan:
        1. Apakah izin stasiun angkasa maupun izin stasiun bumi harus dimiliki keduanya oleh para pengguna satelit atau hanya salah satu saja?
        2. Apabila izin angkasa sudah dimiliki, bagaimana legalitas untuk stasiun bumi?
        3. Untuk PMA, berapakah maksimum modal asing yang diperbolehkan? Karena berdasarkan ketentuan WTO maksimum 35 %, sedangkan berdasarkan ketentuan mengenai investasi, maksimum adalah 95 %?
        4. Bentuk kerjasama seperti apa yang diperbolehkan dengan pihak asing? apakah pihak asing bisa menggunakan slot orbit atau control facility atau tracking facility?
        5. Apakah materi sosialisasi ataupun kebijakan-kebijakan terkait dengan penggunaan satelit di upload di website?
        6. Saat ini ITB menggunakan satelit JSAT untuk kepentingan riset, bagaimanakan pengurusan izinnya?
        7. Perhitungan BHP untuk izin stasiun angkasa, klasifikasi zona nya berdasarkan apa?
        8. Berapa lama masa laku ISR dan Hak Labuh?
        9. Stasiun bumi yang bersifat receive only apakah juga harus memiliki izin stasiun radio?
        10. Untuk siaran langsung acara televisi yang hanya berkisar 2 jam, apakah izin yang harus dimiliki tetap harus izin tahunan?
        11. Berdasarkan Permen 13/2005 pasal 6 ayat 2.a disebutkan bahwa hak labuh diberikan dengan syarat telah menyelesaikan koordinasi satelit, sedangkan dalam Permen 37/2006 pasal 9 ayat 2.a tidak disebutkan ketentuan mengenai koordinasi satelit, mohon klarifikasinya.
        12. Apabila akan menayangkan siaran olahraga dari negara lain dengan menggunakan satelit yang belum memiliki hak labuh, bagaimana prosedur untuk pengurusan izinnya ? dan bagaimana untuk liputan berita di daerah dengan menggunakan satelit ?
        13. Bagaimana ketentuan bagi peliput berita di Indonesia yang berasal dari negara lain yang menggunakan perangkat mereka sendiri dan menggunakan akses satelit asing ?
      1. Penjelasan nara sumber:
        1. Izin stasiun radio yang wajib dimiliki oleh pengguna satelit hanya salah satu, yaitu izin stasiun angkasa atau izin stasiun bumi.
        2. Yang dapat mengajukan izin stasiun angkasa adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi, penyelenggara NAP, penyelenggara telsus keperluan hankam, dan penyelenggara telsus keperluan instansi pemerintah. Apabila telah memiliki izin stasiun angkasa, maka izin untuk stasiun bumi sudah include (tercover), namun setiap titik stasiun bumi harus dilaporkan.
        3. Hasil sosialisasi hari ini beserta regulasi-regulasi terkait dengan penggunaan satelit akan di upload di website, apabila masih terdapat pertanyaan, dapat disampaikan melalui email.
        4. Satelit yang digunakan untuk keperluan riset, maka diberlakukan sebagai telsus, sehingga tidak diperlukan hak labuh, namun tetap harus mengurus izin stasiun radio.
        5. Dalam perhitungan BHP frekuensi, wilayah Indonesia dibagi dalam 5 zona. Zona yang digunakan dalam perhitungan BHP untuk izin stasiun angkasa adalah zona 3, sedangkan untuk izin stasiun bumi zona yang digunakan tergantung posisi stasiun bumi tersebut.
        6. TVRO (siaran langsung/liputan yang sifatnya "event") akan dipertimbangkan mengikuti perudang-undangan lain yang terkait.
        7. Slot orbit hanya dapat digunakan oleh penyelenggara satelit yang diakui oleh administrasi negara yang bersangkutan, termasuk frekuensi yang digunakan. Ketentuannya, tidak boleh dipindahtangankan apalagi ke penyelenggara asing.
        8. Mengenai PMA, berdasarkan ketentuan penanaman modal memang memungkinkan hingga 95 %, namun tetap harus ada rekomendasi dari menteri teknis, sehingga yang dipakai adalah ketentuan WTO, yaitu 35 % asing dan 65 % nasional.
        9. Pasal 6 Permen 13/2005 adalah mengenai izin stasiun angkasa, sehingga diperlukan koordinasi satelit, sedangkan pasal 9 Permen 37/2006 adalah mengenai izin stasiun bumi sehingga tidak ketentuan koordinasi satelit.
        10. Bentuk kerjasama dengan penyelenggara asing diperbolehkan namun terbatas pada kerjasama teknis B to B (misalnya, bantuan pada saat peluncuran satelit, dll), tapi tidak diperbolehkan jika satelit nasional dikontrol oleh penyelenggara asing.
        11. Regulasi terkait dengan event-event yang sifatnya jangka pendek namun untuk keperluan komersial dapat dilihat di Peraturan Menteri Kominfo No. 17/2005 tentang Tata Cara Perizinan Satelit.
    1. Sesi kedua:
      1. Pertanyaan:
        1. Saat ini LAPAN memiliki satelit untuk keperluan riset (LAPAN TUBSAT), dan belum masuk dalam daftar satelit di Ditjen Postel, apakah perlu registrasi kembali?
        2. Untuk stasiun bumi nya apakah juga perlu pengurusan izinnya?
        3. Untuk layanan DVB, apabila terdapat 5 stasiun bumi dimana salah satu stasiun bumi berfungsi sebagai transmitter dan juga sebagai receiver, sedangkan 4 stasiun bumi lainnya hanya sebagai receiver. Apakah BHP dikenakan untuk seluruh 5 stasiun bumi tersebut atau hanya dikenakan untuk 1 stasiun bumi yang berfungsi sebagai Tx dan Rx?
        4. Bagi penyelenggara NAP yang ingin mengajukan izin stasiun angkasa apakah harus memiliki 1 transponder atau bisa kurang dari 1 transponder?
        5. Apa yang harus diampaikan kepada customer mengingat satelit asing yang masih dalam pemrosesan hak labuhnya?
        6. Bagaimana ketentuan untuk stasiun bumi yang bersifat receive only untuk keperluan relaysiaran program asing, misalnya untuk pay TV menyiarkan HBO, ESPN dan lain-lain?
        7. Jika sudah memiliki izin stasiun bumi apakah masih diperlukan hak labuh?
        8. Mohon agar Ditjen Postel dapat menginformasikan satelit-satelit yang digunakan untuk keperluan receive only .
        9. Sesuai Permen 37/2006 pasal 5, bahwa yang dapat mengajukan izin stasiun angkasa adalah terbatas bagi 4 penyelenggara, yaitu penyelenggara jaringan telekomunikasi, penyelenggara NAP, penyelenggara telsus untuk keperluan hankam dan penyelenggara khusus untuk instansi pemerintah. Maka penyelenggara pay TV dan perusahaan yang tidak berbadan hukum Indonesia tidak dapat memperoleh izin stasiun angkasa ? mohon klarifikasi.
        10. Jika Telkom telah memiliki izin stasiun angkasa, apakah user Telkom harus mengajukan izinnya juga?
        11. Apakah ISP boleh langsung terhubung ke satelit asing?
        12. Untuk persayaratan resiprokal, bentuk surat seperti apa yang dapat menjadi rujukan?
        13. Satelit untuk keperluan penginderaan jauh (sensor/radar) bagaimana statusnya karena belum terdaftar? padahal telah 20 tahun satelit ini digunakan oleh LAPAN.
        14. Permen 13/2005 ini terlalu menguntungkan penyelenggara satelit asing, contoh TVRO luar negeri tidak terkena aturan, padahal penyelenggara domestik harus berizin.
        15. Jangka waktu proses perizinan yang 42 hari apakah 42 hari kerja atau 42 hari kalender?
        16. Berdasarkan ketentuan WTO komitmen modal asing adalah 35 %, sedangkan komitmen ASEAN 40 %, komitmen mana yang dipakai ? dan apakah komitmen tersebut berlaku untuk network atau juga termasuk untuk jasa?
      2. Penjelasan nara sumber:
        1. Satelit yang digunakan oleh LAPAN sudah didaftarkan dan saat ini masih proses notifikasi ke ITU, setelah proses selesai, maka akan dikenakan kewajiban izin stasiun angkasa, sedangkan izin stasiun bumi embedded pada izin stasiun angkasa tersebut.
        2. Stasiun bumi yang dikenakan kewajiban untuk mengurus izinnya adalah stasiun bumi yang terdapat transmitter dan receivernya.
        3. Jika penyelenggara jaringan sudah memiliki izin stasiun angkasa, maka client atau usernya tidak perlu lagi mengurus izinnya.
        4. Ditjen Postel sudah memiliki daftar satelit yang telah bebas interferensi, daftar tersebut dapat dilihat di materi presentasi.
        5. ISP tidak diperbolehkan langsung terhubung ke satelit asing, namun melalui NAP.
        6. Tujuan adanya persyaratan resiprokal dalam memperoleh hak labuh adalah agar penyelenggara satelit domestik (nasional) mendapat kesempatan market yang sama di negara yang bersangkutan.
        7. Penyelenggara pay TV tidak hanya dikenakan ketentuan dalam Permen 13/2005 dan Permen 37/2006, namun juga dikenakan kewajiban izin penyelenggaraan jasa pay TV selain itu juga dikenakan kewajiban sesuai UU 32 tentang penyiaran, antara lain contentyang disiarkan ke pelanggan di Indonesia harus dilalukan dahulu lewat filter penyelenggarapay TV ( head-end ) sebelum didistribusi-ulangkan ke pelanggannya.
        8. Stasiun bumi yang tidak memancar ( receive only ) tetap harus didaftarkan, untuk menghindari adanya saling gangguan/interferensi dengan servis telekomunikasi radio lain.
        9. Sesuai Permen 37/2006, akhir Juni 2007 adalah batas akhir peralihan, yang berarti bahwa pada akhir Juni tersebut proses izin stasiun radio setiap pengguna satelit telah selesai.
  1. Lampiran:

    1. Cek list kelengkapan permohonan ISR Stasiun Angkasa dan ISR Stasiun bumi
    2. Formulir Dinas Satelit Stasiun Bumi.
    3. Formulir Dinas Satelit Stasiun Angkasa.
    4. Peraturan Menkominfo Peraturan Menkominfo No. 37/P/M.KOMINFO/12/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menkominfo No. 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit
    5. Peraturan Dirjen Postel No. 357/DIRJEN/2006 tentang Penerbitan Izin Stasiun Radio Untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit

      Apabila ada kesulitan untuk melakukan pengisian Formulir Dinas Satelit Stasiun Bumi dan Formulir Dinas Satelit Stasiun Angkasa (Lampiran : Butir 1 dan 2) dapat menghubungi Sdri. Eka Noperita (021-3835981).

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

Email: gatot_b@postel.go.id

Tel/Fax: 021.3860766

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2024`