Siaran Pers No. 49/PIH/KOMINFO/5/2012
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Rencana Implementasi Interkoneksi SMS Berbasis Biaya

Sumber Ilustrasi : tukangsinyal.files.wordpress.com/2008/04/perang-tarif.jpg?w=361&h=225

(Jakarta, 31 Mei 2012). Menindak - lanjuti Siaran Pers No. 46/PIH/KOMINFO/5/2012 tanggal 26 Mei 2012 tentang Pemberitahuan Jelang Penerapan SMS Berbasis Biaya, bersama ini disampaikan beberapa penjelasan tambahan terkait dengan implementasi SMS berbasis biaya yang akan dilakukan oleh para penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan layanan SMS, sebagai berikut:

  1. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 25 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan: (1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya; (2) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi Iainnya; (3) Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip : a. pemanfaatan sumber daya secara efisien; b. keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi; c. peningkatan mutu pelayanan; dan d. persaingan sehat yang tidak saling merugikan. Kebijakan interkoneksi berbasis biaya telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi, dan telah dijalankan oleh para penyelenggara telekomunikasi, khususnya untuk layanan telekomunikasi berbasis suara. Khusus layanan SMS, pada saat itu para penyelenggara sepakat untuk menggunakan skema Sender Keep All (SKA) alias terminasi SMS tidak berbayar (artinya pihak penyelenggara telekomunikasi yang menerima SMS tidak memperoleh tarif, karena sepenuhnya adalah hak penyelenggara yang mengirimkan SMS). Hal ini dikarenakan anggapan trafik SMS yang akan relatif seimbang karena secara natural, pengguna akan saling berbalas SMS.
  2. Namun demikian, seiring berjalannya waktu, para penyelenggara kemudian memanfaatkan skema SKA ini untuk melakukan perang promosi SMS kepada pengguna, yaitu memberikan bonus SMS atau layanan SMS gratis baik untuk trafik On-Net maupun Off-Net. Sekilas dampak menarik dari keadaan ini adalah masyarakat diuntungkan dengan layanan SMS gratis. Akibatnya trafik SMS meningkat.
  3. Beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab bahkan menggunakan kesempatan ini untuk perbuatan yang merugikan orang lain, seperti SMS Spam, bahkan penipuan dan cyber crime lainnya. Yang lebih merasakan kerugiannya adalah penyelenggara yang kebanjiran trafik SMS dari penyelenggara lain dan tidak sepeserpun mendapatkan pendapatan dari penggunaan jaringan mereka (terminasi incoming SMS from other operators). Padahal, penggunaan jaringan tentu membutuhkan biaya operasioal. Trafik SMS pun jauh menjadi tidak seimbang. Hal ini tentunya menjadi tidak adil bagi penyelenggara.
  4. Karena itu pada pertemuan tanggal 11 Desember 2011 yang lalu Kementerian Kominfo dan BRTI mengambil kebijakan untuk kembali menggunakan skema terminasi berbayar berdasarkan biaya (cost-based termination charge). Kementerian kominfo dan BRTI juga memberikan kesempatan bagi para penyelenggara untuk mempersiapkan diri menjelang pelaksanaan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dimulai tanggal 1 Juni 2012.
  5. Adapun besaran biaya terminasi Rp 23,- / SMS adalah merupakan biaya yang harus dibayarkan penyelenggara yang mengirimkan SMS kepada penyelenggara yang menerima SMS sebagai hak penyelenggara yang menerima dalam menyalurkan trafik SMS tersebut kepada penggunanya. Angka Rp 23,- / SMS merupakan hasil perhitungan biaya interkoneksi SMS pada tahun 2010 yang dilakukan oleh konsultan independen yang membantu Kementerian Kominfo dan BRTI . Perhitungan biaya interkoneksi dilakukan dengan menggunakan formula perhitungan Forward Looking Long Run Incremental Cost Bottom Up (FL-LRIC BU) model yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006. Model perhitungan ini juga digunakan oleh negara-negara lain di dunia dan dengan tujuan:
    1. Memacu penyelenggara telekomunikasi untuk lebih efisien.
    2. Mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia.
    3. Penyelenggara telekomunikasi baru tidak dibebani biaya sebagai akibat inefisiensi dari penyelenggara telekomunikasi lainnya.
    4. Setiap penyelenggara telekomunikasi menmpunyai pilihan membangun atau menyewa jaringan dari penyelenggara lain dalam melakukan interkoneksi.
    5. Metode ini sudah digunakan secara internasional pada industri yang kompetitif.
  6. Hasil perhitungan biaya terminasi SMS pada tahun 2010 yaitu Rp 23 ,- /SMS merupakan batas atas bagi penyelenggara yang terkategorikan penyelenggara jaringan dengan pendapatan usaha ( operating revenue ) 25% atau lebih dari total pendapatan usaha seluruh penyelenggara jaringan dalam segmentasi layanannya, atau lebih dikenal dengan istilah penyelenggara dominan. Penyelenggara tersebut adalah PT Tel kom dan PT Tel komsel . Namun, kompetisi dalam industri membentuk angka Rp 23 ,- /SMS menjadi angka referensi terminasi SMS yang digunakan dalam berinterkoneksi antar penyelenggara.
  7. Biaya terminasi SMS yang merupakan biaya dari penggunaan jaringan telekomunikasi adalah salah satu komponen dari tarif retail yang dikenakan penyelenggara kepada pengguna (masyarakat). Komponen lainnya adalah biaya aktifitas retail, seperti promosi, marketing dan sebagainya, serta margin keuntungan yang diambil oleh penyelenggara.


    Sebagai contoh, ketika aturan SKA masih berlaku, tarif SMS dari operator C misalnya untuk off net misalnya  sebesar RP 150,- Angka sebesar Rp 150,- tersebut sudah terdapat biaya interkoneksi dan biaya retail activity, sehingga tarif Rp 150,- / SMS tersebut yang dikirimkan oleh pelanggan operator C yang dikirimkan kepada operator lain menjadi milik operator C sepenuhnya. Sebaliknya dengan skema SMS berbasis biaya, apabila penyelenggara X mengenakan tarif Rp 150/SMS kepada penggunanya, misalnya si A, maka penyelenggara tersebut akan membayarkan Rp 23/SMS kepada penyelenggara tujuan SMS, misalnya penyelenggara Y, untuk menyalurkan trafik SMS tersebut kepada penggunanya, misalnya si B. Penyelenggara X mendapatkan Rp 127/SMS, yang di dalamnya terdapat komponen penggunaan jaringan misalnya Rp 23/SMS, biaya aktifitas retail (Retail Service Activity Cost – RSAC) misalnya Rp 50/SMS dan keuntungan misalnya Rp 54/SMS.  

  1. Kebijakan Kementerian Kominfo ini bertujuan memberikan keadilan bagi industri, tepatnya bagi penyelenggara yang jaringannya digunakan untuk menyalurkan trafik SMS sehingga iklim kompetisi industri telekomunikasi dapat menjadi lebih baik. Kebijakan ini juga diharapkan akan dapat mengurangi SMS yang tidak diinginkan (Spam) dan penipuan lewat SMS yang selama ini telah banyak merugikan masyarakat.
  2. Kementerian Kominfo tidak berwenang menaikkan tarif retail SMS, karena yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 28 hanya menyebutkan, bahwa besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sebaliknya Kementerian Kominfo terus mendorong penyelenggara untuk lebih efisien dalam menyediakan layanan kepada masyarakat, tanpa mengurangi standar kualitas. Biaya terminasi Rp 23/SMS juga sudah turun dari Rp 26/SMS pada hasil perhitungan tahun 2007 yang lalu. Dengan kebijakan Kementerian Kominfo ini yang diterapkan dalam iklim kompetisi yang sudah efektif, terutama di pasar retail dengan tingkat persaingan tarif yang tinggi, maka para penyelenggara diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanannya agar dapat terus bersaing dengan penyelenggara dan layanan lain. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat baik, bagi industri maupun masyarakat pengguna.
  3. Apabila ada penyelenggara yang akan menaikkan tarif retailnya, maka itu menjadi strategi bisnis mereka. Namun pemerintah akan terus mengevaluasi tarif retail yang diberlakukan penyelenggara. Namun akibat kompetisi yang sangat ketat dan belum lagi terhgitung dengan alternatif lain bagi konsumen untuk menggunakan akses data yang makin lama makin murah (seperti BBM dan Whatsapp), maka diperkirakan setiap penyelenggara telekomunikasi cukup berhati-hati untuk menerapkan tarif pungut yang harus dibayarkan oleh setiap konsumen.

 

------------

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP. 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).

Sumber ilustrasi: /tukangsinyal.files.wordpress.com/2008/04/perang-tarif.jpg?w=361&h=225

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`