Tekan Gangguan Frekuensi Penerbangan, UPT Merauke Tertibkan Radio Nelayan

Pendataan perangkat telekomunikasi ilegal para nelayan

Merauke (SDPPI) - Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Merauke, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Ditjen SDPPI di Papua, pada 13 s/d 17 November ini menggelar operasi penertiban yang menarget pengguna frekuensi radio pada band bergerak penerbangan HF di daerah itu.

Operasi rutin ini bertujuan menciptakan tertib penggunaan spektrum frekuensi radio sekaligus sebagai langkah preventif dalam meminimalisir gangguan yang merugikan (harmful interference) yang berasal dari alat komunikasi radio yang digunakan nelayan saat beraktivitas di laut.

Operasi kali ini difokuskan pada penggunaan frekuensi radio oleh masyarakat nelayan di kawasan Pelabuhan Pintu Air, Pelabuhan Rakyat Gudang Arang, Pelabuhan Kelapa 5, dan di dalam Kota Merauke.

Balmon Kelas II Merauke, dalam operasi penertiban tersebut, bekerjasama dengan unit pengamanan dan instansi terkait, yakni KSOP Adpel Merauke, Dinas Kominfo, Subdenpom, Satpolair Polres Kabupaten Merauke, kemudian Satreskrim Polres Merauke dan ORARI setempat.

Kepala Balmon Merauke, Reinhard Fatunlebit, dalam rapat koordinasi tim operasi penertiban, mengatakan bahwa kegiatan ini perlu dilakukan secara persuasif yang mengarah pada pembinaan dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam mematuhi hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi.

Operasi dengan nama sandi “Ionosphere” ini dimaknai sebagai penertiban perangkat pemancar radio yang digunakan untuk komunikasi pada lapisan ionosphere (band HF). Kegiatan ini juga sebagai jawaban atas aduan gangguan frekuensi bergerak yang disampaikan oleh Australian Communication and Media Agency (ACMA).

Selain itu, operasi penertiban ini juga sebagai langkah preventif guna meminimalisir gangguan yang merugikan yang berasal dari alat komunikasi radio yang digunakan para nelayan saat beraktivitas di laut.

Sampai dengan Kamis (16/11), operasi penertiban telah mendata dan mengamankan perangkat tanpa izin sebanyak 45 unit dari 34 kapal nelayan berbobot 30-50 gross tonnage (GT).

Selanjutnya, para penggunanya akan dimintai keterangan dan dibina untuk menjadi pengguna legal yang mentaati peraturan pertelekomunikasian yang berlaku.

Keberhasilan operasi ini tidak lepas dari dukungan personel dan arahan lapangan dari semua pihak yang terlibat, termasuk dukungan teknis dari stasiun monitoring HF yang tergabung dalam Tim Monitoring Band HF yang dipayungi Peraturan Dirjen SDPPI No. 75 Tahun 2015 tentang petunjuk teknis monitoring internasional band HF dan Keputusan Dirjen SDPPI No. 449/2016 tentang penunjukan koordinator monitoring tetap HF.

Balmon Merauke menyadari bahwa tahapan penertiban bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan gangguan frekuensi, khususnya frekuensi penerbangan, sehingga diperlukan kerja sama antarinstansi terkait sesuai kewenangannya guna menciptakan tertib penggunaan frekuensi.

Dalam kesempatan tatap muka dengan para nelayan, Reinhard juga mengimbau agar mereka mentaati peraturan yang berlaku dalam penggunaan spektrum frekuensi radio. Mereka diminta menggunakan frekuensi sesuai dengan peruntukannya dan juga Izin Stasiun Radio (ISR).

Ditekankannya bahwa penggunaan frekuensi radio yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat menimbulkan gangguan bagi dinas radio lainnya, khususnya dinas penerbangan, yang dampaknya bisa membahayakan keselamatan jiwa manusia.

Menyadari bahaya penggunaan frekuensi yang tidak sesuai peruntukannya dan tanpa dilengkapi izin, para nelayan selanjutnya secara sukarela menyerahkan perangkat telekomunikasi mereka secara sukarela kepada petugas untuk didata.

(Sumber/Foto: Balmon Merauke/Uwe)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`