Indonesia Jangan Lagi Jadi Penonton pada Era IoT Mendatang

Dirjen SDPPI sebagai Narasumber dalam Seminar IoT

Bandung (SDPPI) - "Di Indonesia, persoalan IoT saat ini adalah persoalan timing. Jika terlalu cepat maka akan menderita kerugian, sedangkan jika terlambat maka Indonesia hanya akan menjadi penonton," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail.

Sebagai pembicara kunci dalam seminar bertema “Mengatasi Hambatan Hukum dalam pengembangan Industri Internet of Things (IoT) di Indonesia” di Bandung, Kamis (16/11/2017), Dirjen SDPPI mengungkapkan bahwa driving force IoT adalah dalam bentuk monetisasi. Di Indonesia saat ini, penggelaran IoT secara massal belum terlaksana karena belum menunjukkan monetisasi yang jelas.

Akibatnya, lanjut Ismail, operator masih wait and see. Teknologi IoT saat ini masih bisa dikomparasi dengan teknologi yang lain sehingga belum semua pihak menggunakan IoT.

Pada seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) Institut Teknologi Bandung dan Fakuktas Hukum Universitas Padjadjaran tersebut, Ismail menyampaikan bahwa semua negara sedang menyiapkan teknologi ini sehingga mereka bisa berpartisipasi. Lalu pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan Indonesia?

Partisipasi Indonesia dalam teknologi sebelumnya, contohnya 2G dan 3G, masih rendah dan seharusnya pada era IoT nanti harus bisa perperan besari. Partisipasi bisa melalui pengembangan dan produksi device (perangkat) dan aplikasi.

“Kita tidak mendapatkan apa-apa untuk teknologi saat ini, misalkan untuk aplikasi chatting yang menggunakan WhatsApp dan Line. Perlu dipikirkan bagaimana Indonesia bisa terlibat dalam teknologi iot ini. Diharapkan teman-teman akademisi bisa membuat irisan-irisan industri yang terlibat,” kata Ismail.

“Kita secara komunitas bisa berkontribusi semaksimal mungkin melalui fungsinya masing masing sehingga Indonesia akan mampu terlibat dan meningkatkan partisipasinya,” kata Ismail mengharapkan.

Saat ini, katanya, Indonesia masih memiliki peluang karena teknologi ini masih berkembang dan pasar di negara ini masih sangat besar dan Indonesia tidak boleh hanya berdiam diri.

Ada beberapa syarat agar Indonesia bisa berpartisipasi dalam teknologi IoT dan bahkan 5G. Yang pertama, menurut Ismail, adalah terkait frekuensi. Pemerintah Indonesia akan bertempur di World Radio Conference (WRC) 2019 dalam hal frekuensi iot dan 5G yang harus memperhatikan kepentingan nasional dalam negeri.

Secara umum frekuensi bisa dibagi menjadi dua bagian yaitu untuk frekuensi di atas 20 GHz dan di bawah 20 GHz. Untuk yang di atas 20 GHz kemungkinan besar tidak akan masalah, sedangkan yang di bawah 20 GHz akan ada benturan dengan frekuensi satelit.

“Satelit merupakan solusi permasalahan konektivitas. Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dan karakteristiknya berbeda dengan negara-negara lainnya. Dengan satelit maka Indonesia akan lebih terhubung,” jelas Ismail.

Kegiatan seminar seperti ini, Ismail mengharapkan akan terus berlanjut dan tidak berhenti hanya sebatas acara tapi mendorong monetisasi dan terciptanya killer apps yang akan membawa dampak yang besar bagi Indonesia. Karena, jika tidak, Indonesia hanya akan wait and see dalam teknologi ini.

Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Ahmad Ramli, yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini memaparkan mengenai regulasi jaringan data dan internet dalam bisnis penyedia IoT.

Narasumber lainnya yang hadir yakni Hotmatua Daulay selaku Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, pakar bidang teknologi elektronika ITB Richard Mengko, kemudian Sasono Rahardjo dari Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT.

Selanjutnya, dosen pengajar ITB Ian Yoseph Matheus, Kepala Divisi Manajemen Kekayaan Intelektual dan Hukum, LPIK ITB, Suhardi, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, dosen Fakultas Hukum Unpad Sinta Dewi Rosadi, dan dosen pengajar dari Universitas Indonesia Edmond Makarim.

(Sumber/foto : Kamal, Dit. Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`