SDPPI Sosialisasikan Kebijakan Baru Post Border

Kasubdit Monitoring dan Penertiban Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen SDPPI, Irawati Tjipto Prijanti (kanan) berbicara sebagai narasumber dalam Sosialisasi Pengawasan dan Pengendalian Standar Alat dan Perangkat Telekomunikasi Dalam Penerpan Tata Niaga Post Border di Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/10/2018).

Bogor (SDPPI) - Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI), Kemkominfo pada Kamis (11/10) di Bogor, Jawa Barat, menyosialisasikan kebijakan baru post border bidang telekomunikasi kepada para pelaku industri di dalam negeri.

Kebijakan tata niaga post border bidang telekomunikasi ini merupakan peraturan baru karena diberlakukan mulai Maret 2018, kata Kasubdit Monitoring dan Penertiban Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen SDPPI, Irawati Tjipto Prijanti, salah seorang narasumber dalam sosialisasi ini.

Dalam mengimplementasikan kebijakan ini, Ditjen SDPPI, dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian alat dan perangkat telekomunikasi, melibatkan Direktorat Pengendalian berkerjasama dengan Direktorat Standardisasi.

Dua direktorat di Ditjen SDPPI itu lah yang mengawasi dan mengendalikan peredaran alat dan perangkat telekomunikasi, serta memastikan bahwa alat atau parangkat tersebut sudah bersertifikasi atau belum.

Tri HS dari Indonesia National Single Window (INWS) mengungkapkan bahwa dalam penerapan tata niaga post border, INWS secara teknis mengawal empat pilar, yakni sistem, pelayanan, serta pengawasan dan koordinasi teknis.

Kasubdit Harmonisasi dan Transformasi Bisnis INWS itu menjelaskan bahwa penerapan tata niaga post border sudah menggunakan full system, di mana di dalamnya ada pelayanan, pengawasan dan pengendalian, serta koordinasi teknis antarkementerian dan lembaga terkait, termasuk Kemkominfo.

Sementara Kepala Pusat Akreditasi Laboratorium dan Lembaga Inspeksi, Badan Standardisasi Nasional (BSN) Dodi Purnomo mengatakan bahwa importir dan distributor perangkat telekomunikasi sekarang sudah lebih dipermudah dalam mendapatkan perizinan berdasarkan kebijakan baru dibanding peraturan sebelumnya.

Dalam proses pengujian perangkat misalnya, kata Dodi Purnomo, dilakukan dengan melibatkan laboratorium pengujian yang memiliki kapasitas dan diakui baik oleh pemerintah maupun swasta, dan hasil ujinya pun diterima banyak lembaga uji lain.

Namun yang terpenting, katanya, dalam pengajuan pengujian, pemohon harus memperhatikan kelengkapan persyaratan sehingga proses penerbitan sertifikasi dan izinnya bisa berjalan sesuai yang diharapkan para vendor, importir, maupun distributor.

Oleh karena itu, Dodi Purnomo meminta pemohon sertifikasi dan izin bidang telekomunikasi memberikan data dan dokumen administrasi yang lengkap sesuai dengan persyaratan Self Declaration of Confirmity (SDoC) yang berlaku.

Dirjen SDPPI Ismail yang membuka sosialisasi ini juga menegaskan bahwa sertifikasi model SDoC merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap perkembangan industri perangkat telekomunikasi.

Namun demikian, meskipun diberikan kemudahan dalam pengajuan sertifikasi melalui SDoC, terhadap perangkat telekomunikasi yang dijualbelikan atau beredar di Indonesia tetap dilakukan pengawasan dan pengendalian melalui mekanisme Post Market Surveillance.

Apabila dalam pengawasan dan pengendalian oleh Ditjen SDPPI itu ditemukan kecurangan-kecurangan, maka produsen, importir, atau distributor dapat dikenai sanksi pidana atau masuk daftar hitam sehingga dilarang menjalankan operasi perdagangan di Indonesia.

Sosialisasi ini dihadiri perwakilan dari Unit Layanan Kementerian/Lembaga, vendor, distributor, importir alat dan perangkat telekomunikasi, Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), Asosiasi Gabungan Elektronika dan Alat Listrik Rumah Tangga, Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan), dari Bea Cukai, BSN/KAN, dan Kementerian Perdagangan.

(Sumber/foto: Cjp/Mukhsinun/Yosep)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`